Kamis 25 Apr 2019 18:57 WIB

Jamaath Thowheed Bantah Dalangi Bom Sri Lanka

Pemerintah Sri Lanka menuding National Thowheed Jamaath di balik serangan bom.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Polisi Sri Lanka berpatroli di luar sebuah masjid di Kolombo, Sri Lanka, Rabu (24/4).
Foto: AP Photo/Eranga Jayawardena
Polisi Sri Lanka berpatroli di luar sebuah masjid di Kolombo, Sri Lanka, Rabu (24/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KOLOMBO -- Jamaath Thowheed Sri Lanka membantah keterkaitan pihaknya dalam serangan bom pada Ahad Paskah (21/4) lalu. Organisasi yang terpisah dari National Thowheed Jamaath (NJT) itu mengutuk tindakan kekerasan yang menurut mereka sangat tercela di negara yang merkea tinggali bersama-sama.

"Kejahatan yang dilakukan melalui ledakan terkoordinasi tidak pernah bisa dibenarkan oleh pihak manapun dan dengan cara apa pun," ujar organisasi tersebut dalam sebuah pernyataan dilansir Aljazirah, Kamis (25/4).

Baca Juga

Organisasi tersebut mengutuk tindakan yang menghilangkan nyawa, serta membuat penderitaaan manusia sehingga menimbulkan rasa sakit luar biasa bagi warga di Sri Lanka, juga seluruh dunia. 

Sebelumnya, pihak kepolisian menerima memo peringatan dari NJT yang akan menyerang gereja-gereja. Namun, antisipasi pihak keamanan tidak dilakukan. Bahkan, perdana menteri Sri Lanka tidak menerima memo peringatan tersebut.

Serangkaian pengeboman terkoordinasi terjadi pada Ahad (21/4) pagi yang menewaskan hingga kini 359 orang, dan melukai lebih dari 500 orang. Ledakan memilukan tersebut menargetkan gereja-gereja, hotel-hotel, dan tempat lain di pusat kota Sri Lanka, Kolombo, dan sekitarnya. Menteri pertahanan negara Sri Lanka mengatakan, penyelidikan awal menunjukkan serangan dilakukan oleh dua organisasi Muslim yang kurang dikenal.

Pada Kamis (25/4), sebuah ledakan kecil terjadi di kota Pugoda, yang terletak sekitar 40 meter sebelah timur Kolombo. Polisi mengatakan, tidak ada korban jiwa maupun luka dalam ledakan yang dekat dengan pengadilan itu.

Pada Selasa lalu, ISIS mengklaim mendalangi serangan Ahad, meski tidak ada bukti cukup kuat yang mengindikasikan bahwa ISIS bertanggung jawab atas ledakan-ledakan di negara yang tengah tenang 10 tahun usai berakhirnya perang saudara. Pihak kepolisian juga telah menangkap sejumlah warga asing yang diduga memiliki keterkaitan dengan pengeboman di gereja-gereja dan hotel mewah. 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement