Ahad 12 May 2019 17:45 WIB

PBB Terbitkan Kerangka Kerja Atasi Limbah Plastik Global

187 negara sepakat membuat perdagangan global sampah plastik lebih transparan.

Red:
abc news
abc news

Hampir semua negara di dunia telah menyetujui sebuah kerangka kerja baru yang mengikat secara hukum untuk mengurangi polusi dari limbah plastik - kecuali Amerika Serikat, kata pejabat lingkungan PBB.

Kerangka global baru perangi limbah plastik:

  • Perjanjian itu berarti ke-187 negara harus memantau dan melacak pergerakan sampah plastik di luar perbatasan mereka
  • Bahkan negara-negara seperti AS yang tidak menandatangani perjanjian dapat terkena dampak ketika mengirim limbah ke negara-negara ini
  • Aturan baru ini akan membutuhkan waktu satu tahun untuk mulai berlaku.

 

Sebuah kerangka untuk melacak ribuan jenis limbah plastik akhirnya berhasil disepakati pada akhir pertemuan dua minggu yang didukung oleh PBB tentang limbah plastik dan bahan kimia berbahaya dan beracun.

Sebanyak 187 negara sepakat untuk membuat perdagangan global sampah plastik lebih transparan dan diatur dengan lebih baik, dan untuk memastikan bahwa pengelolaannya lebih aman bagi kesehatan manusia dan lingkungan.

Sampah plastik diketahui telah mengotori daratan yang masih asli, mengapung dalam jumlah besar di lautan dan sungai dan menjerat satwa liar, terkadang akibatnya sangat mematikan.

Rolph Payet dari Program Lingkungan Perserikatan Bangsa-Bangsa mengatakan bahwa perjanjian "bersejarah" yang dikaitkan dengan Konvensi Basel yang didukung PBB ini bermakna negara-negara di dunia harus memantau dan melacak pergerakan sampah plastik di luar perbatasan mereka.

 

Kesepakatan ini juga akan mempengaruhi produk yang digunakan dalam berbagai industri, seperti perawatan kesehatan, teknologi, kedirgantaraan, fashion, makanan dan minuman.

Aturan baru ini akan membutuhkan waktu satu tahun untuk mulai berlaku.

"Kerangka kerja ini mengirimkan sinyal politik yang sangat kuat ke seluruh dunia - ke sektor swasta, ke pasar konsumen - bahwa kita perlu melakukan sesuatu," kata Payet.

"Negara-negara telah memutuskan untuk melakukan sesuatu yang akan diterjemahkan menjadi tindakan nyata di lapangan."

Negara-negara yang menyepakati kerangka ini harus mencari cara mereka sendiri untuk mematuhi perjanjian tersebut, kata Payet.

Bahkan beberapa negara yang tidak menandatangani kesepakatan ini, seperti AS, dapat dipengaruhi oleh kesepakatan ini ketika mereka mengirim sampah plastik ke negara-negara yang setuju dengan kesepakatan tersebut.

Payet memuji Norwegia karena memimpin inisiatif ini, yang pertama kali disajikan pada bulan September.

Singkatnya proses lahirnya kesepakatan ini dari sejak diusulkan hingga disepakati dinilai sangat luar biasa menurut standar PBB. Kerangka ini dinilai "bersejarah dalam arti mengikat secara hukum", kata Payet.

"Mereka [negara-negara] telah berhasil menggunakan instrumen internasional yang ada untuk menerapkan langkah-langkah itu."

Sebuah media Jerman DW melaporkan bahwa pemerintah di Berlin mengusulkan untuk melangkah lebih jauh dari ketentuan perjanjian ini dengan melarang semua kantong plastik.

"Jerman seharusnya tidak menunggu Eropa dan harus segera melarang kantong plastik sekali pakai," kata Menteri Pembangunan Jerman Gerd Muller.

Perjanjian ini diperkirakan akan mendorong agen bea cukai lebih mengawasi limbah elektronik atau jenis limbah berbahaya lainnya dibandingkan sebelumnya. "Akan ada sistem yang transparan dan dapat dilacak untuk ekspor dan impor limbah plastik," kata Payet.

Simak beritanya dalam bahasa Inggris disini.

Disclaimer: Berita ini merupakan kerja sama Republika.co.id dengan ABC News (Australian Broadcasting Corporation). Hal yang terkait dengan tulisan, foto, grafis, video, dan keseluruhan isi berita menjadi tanggung jawab ABC News (Australian Broadcasting Corporation).
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement