Sabtu 26 May 2018 14:18 WIB

100 Migran Afrika Melarikan Diri dari Penyelundup

Beberapa orang migran dilaporkan tewas dan terluka saat melarikan diri

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Perahu yang mengangkut puluhan migran Afrika.
Foto: Boston.com
Perahu yang mengangkut puluhan migran Afrika.

REPUBLIKA.CO.ID, TRIPOLI -- Lebih dari 100 migran Afrika Timur melarikan diri dari para penyelundup yang menahan mereka di dekat kota Bani Walid, Libya, awal pekan ini. Beberapa orang dilaporkan tewas dan terluka saat melarikan diri tersebut.

Sumber lokal di Bani Walid dan Doctors Without Borders (MSF) mengatakan para migran ditembak ketika mereka mencoba melarikan diri. Korban selamat mengatakan kepada MSF bahwa setidaknya 15 orang terbunuh dan 40 orang kebanyakan wanita, telah ditinggalkan.

MSF dalam sebuah pernyataan menyebut mereka telah merawat 25 migran di rumah sakit Bani Walid. Beberapa di antaranya mengalami luka tembak dan patah tulang.

Para migran, yang berjumlah sekitar 140 orang terdiri dari warga Eritrea, Ethiopia, dan Somalia. Menurut pernyataan terpisah dari lembaga migrasi dan pengungsi AS, migran itu telah ditahan oleh penyelundup terkenal, Mousa Diab.

Menurut MSF, para migran kebanyakan remaja yang mencari suaka di Eropa. Mereka dilaporkan ditahan oleh pedagang yang telah menjual mereka beberapa kali di sekitar Bani Walid dan kota terdekat Nesma .

Bani Walid, sekitar 145 km selatan Tripoli, telah menjadi pusat utama penyelundupan dan perdagangan migran yang tiba dari negara-negara sub-Sahara Afrika. Mereka berusaha mencapai pantai Mediterania Libya.

Dari sana, banyak yang melakukan perjalanan ke Italia dengan perahu. Namun penyeberangan telah berkurang tajam sejak Juli lalu ketika sebuah kelompok penyelundup besar di kota pantai Libya, Sabratha, mencapai kesepakatan untuk menghentikan keberangkatan di bawah tekanan Italia.

Pengawal pantai yang didukung Uni Eropa Libya juga telah mengembalikan lebih banyak migran ke Libya setelah mencegat mereka di laut.

Perwakilan komunitas migran mengatakan para penyelundup kini beroperasi lebih jauh ke pedalaman, terutama di sekitar Bani Walid. Di sana mereka membentuk penjara rahasia. Para migran sering disiksa atau diperkosa untuk memeras uang dari mereka atau keluarga mereka.

"Penculikan untuk tebusan tetap merupakan bisnis yang berkembang, didorong oleh kebijakan yang disponsori Uni Eropa yang ditujukan untuk mengkriminalisasikan para migran dan pengungsi dan mencegah mereka mencapai pantai Eropa dengan cara apa pun," kata MSF.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement