Rabu 14 Nov 2018 07:46 WIB

Bentrokan Tentara Kamerun dan Separatis, 15 Orang Tewas

Milisi separatis mulai meluncurkan pemberontakan tahun lalu.

Peta perbatasan Kamerun dan Nigera.
Foto: Aljazirah
Peta perbatasan Kamerun dan Nigera.

REPUBLIKA.CO.ID, YAOUNDE -- Bentrokan antara militer Kamerun dan pemberontak separatis menyebabkan 15 orang tewas.  Kekerasan di Kamerun kian meningkat sejak Presiden Paul Biya menjabat untuk yang ketujuh kalinya pada  Oktober lalu.

Konflik antara separatis Anglophone yang ingin menciptakan negara merdeka  Ambazonia dan pasukan pemerintah telah menewaskan lebih dari 400 orang di Kamerun barat sejak tahun lalu. Konflik  telah menjadi masalah keamanan terbesar Biya dalam hampir empat dekade pemerintahan.

Kedua belah pihak sering memberikan laporan berbeda terkait pertikaian yang terjadi. Namun jumlah korban yang lebih banyak dilaporkan dalam beberapa pekan terakhir, dengan puluhan orang tewas.

Wakil militer Didier Badjeck mengatakan 23  separatis tewas dalam bentrokan dengan pasukan pemerintah sejak 10 November di dekat kota Nkambe di wilayah barat laut Kamerun yang berbahasa Inggris. Sementara enam lainnya tewas di dekat Ndu.

Ivo Tapang, juru bicara Pasukan Pertahanan Ambazon, salah satu milisi separatis Anglophone, membenarkan bahwa pertempuran telah terjadi di Nkambe. Namun mereka membantah laporan militer.

Dia mengatakan, pasukan ADF telah mengepung truk tentara pemerintah dekat Nkambe setelah truk dihancurkan oleh bom pinggir jalan pada Sabtu. "Dua pasukan kami tewas dan kami menewaskan 13 dari mereka," katanya.

Pertempuran itu menyusul bentrokan pada 23 Oktober yang menewaskan sedikitnya 10  hingga 30 pemberontak. Milisi separatis meluncurkan pemberontakan tahun lalu terhadap pemerintah pusat yang sebagian besar berbahasa Prancis.

Ini dilakukan setelah pihak berwenang secara keras menekan protes damai terhadap marjinalisasi yang dirasakan oleh minoritas berbahasa Inggris.

Menurut kesaksian penduduk, militer telah membakar desa-desa dan membunuh warga sipil yang tidak bersenjata. Ini memaksa ribuan orang melarikan diri ke daerah-daerah berbahasa Prancis atau negara tetangga, Nigeria.

Ancaman oleh separatis mengganggu pemungutan suara di dua wilayah Anglophone Kamerun selama pemilihan 7 Oktober. Biya akhirnya memperpanjang kekuasaannya selama 36 tahun.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement