Ahad 06 Jan 2019 13:17 WIB

Hasil Pemilu Kongo Tertunda, Kandidat Saling Klaim Menang

AS mengecam kurangnya transparansi dalam pemilu Kongo.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Dwi Murdaningsih
Pemilu (ilustrasi).
Pemilu (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, KINSHASA - Pengumuman hasil awal perhitungan suara dalam pemilihan presiden di Republik Demokratik Kongo tertunda setelah melewati batas waktu pada Ahad (6/1). Ketua Komisi pemilihan umum Kongo (CENI) Corneille Nangaa mengatakan komisinya hanya menerima 47 persen lembar penghitungan suara pada Sabtu (5/1) dan belum jelas kapan hasilnya akan siap diumumkan.

"Tidak mungkin mengumumkan hasilnya besok," kata Nangaa. Seorang juru bicara CENI kemudian mengatakan, komisi itu akan mengadakan pertemuan pada Ahad (6/1) untuk memutuskan kapan mereka akan memberikan pengumuman.

Pihak oposisi, yang diwakili oleh dua kandidat utamanya Martin Fayulu dan Felix Tshisekedi, serta koalisi yang berkuasa, telah saling mengklaim kemenangan.

Khawatir perselisihan akibat penundaan itu bisa memicu kekerasan yang pernah terjadi setelah pemilihan pada 2006 dan 2011, Dewan Keamanan PBB memutuskan untuk bertemu pada Jumat (4/1) untuk membahas langkah yang harus diambil. Namun mereka tidak dapat mencapai kesepakatan, menurut laporan internal yang dilihat oleh Reuters.

Amerika Serikat (AS) telah mengecam kurangnya transparansi dalam pemilu itu. Meski demikian, Cina, investor besar Kongo, justru memuji proses tersebut.

"Ketegangan memuncak ketika CENI mentabulasikan hasilnya, terutama mengingat sikap partai dan kandidatnya," ujar Leila Zerrougui, kepala Misi Stabilisasi PBB di Republik Demokratik Kongo, dalam pertemuan itu.

"Tetapi 15 anggota dewan menyatakan apresiasi berbeda terhadap masalah yang terjadi dalam pemilu itu dan mereka berbeda pendapat atas pertanyaan apakah dewan harus mengeluarkan pernyataan pers," tulis laporan dewan.

Reaksi internasional yang negatif terhadap pemilu dapat menjadi masalah bagi Kabila. Pemerintahnya telah membela CENI dan dapat melemahkan legitimasi pengganti yang dipilih oleh Kabila, Emmanuel Ramazani Shadary, jika ia dinyatakan sebagai pemenang.

Dalam pertemuan itu, Prancis mendorong dewan untuk menerbitkan pernyataan yang mengakui bahwa pemilu Kongo telah memungkinkan rakyatnya untuk menggunakan hak demokratis mereka. Namun Prancis mengkritik keputusan Pemerintah Kongo yang memutus akses Internet dan akses ke beberapa outlet media.

AS bersama dengan Inggris, Pantai Gading, dan Belgia, telah mengancam akan menjatuhkan sanksi terhadap mereka yang merusak proses pemilu Kongo. Washington telah mengirim pasukan ke Gabon sebagai tindakan pencegahan jika warga negaranya perlu diselamatkan dari kekerasan.

Penundaan tersebut merupakan sebuah kemunduran dalam pemilu bersejarah Kongo yang akan memilih pengganti Presiden Joseph Kabila ini. Kabila telah memerintah negara berpenduduk 80 juta orang itu sejak ayahnya dibunuh pada 2001.

Pemungutan suara yang berlangsung pada 30 Desember tersebut menandai transisi kekuasaan demokratis pertama di Kongo sejak merdeka dari Belgia pada 1960. Namun ketegangan meningkat karena adanya serangkaian ketidakberesan dalam pelaksanaan pemilu, yang menurut oposisi adalah bagian dari upaya partai yang berkuasa untuk mencurangi pemilihan.

sumber : reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement