Senin 15 Apr 2019 14:37 WIB

Alaa Salah, Perempuan Muda di Tengah Kudeta Sudan

Perempuan Sudan memainkan peran penting dalam penggulingan presiden Omar al-Bashir.

Rep: Rizky Jaramaya/ Red: Ani Nursalikah
Perempuan Sudan bergabung dalam protes antipemerintah di Khartoum, Sudan, 18 Januari 2019.
Foto: REUTERS/Mohamed Nureldin Abdallah
Perempuan Sudan bergabung dalam protes antipemerintah di Khartoum, Sudan, 18 Januari 2019.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Militer Sudan telah menggulingkan Presiden Omar al-Bashir. Ini merupakan kemenangan bagi ratusan ribu demonstran Sudan yang telah berbulan-bulan melakukan aksi unjuk rasa menuntut pencopotan al-Bashir.

Digulingkannya al-Bashir juga menjadi kemenangan bagi kaum wanita pemberani yang menjadi kekuatan pendorong dalam setiap aksi protes. Wanita memainkan peran penting dalam pemberontakan tersebut, dan telah menjadi wajah pergerakan untuk menggulingkan rezim pemerintah.

Baca Juga

Dilaporkan Vox, pekan lalu, seorang wanita pemberani yang tengah menjadi sorotan dalam aksi protes tersebut adalah Alaa Salah. Dia merupakan seorang mahasiswa tekni dan arsitektur berusia 22 tahun. Salah berdiri di atas sebuah mobil dan menyerukan orasi kepada para pengunjuk rasa.

Foto Salah yang sedang berunjuk rasa tersebut telah tersebar di media sosial. Dia disebut sebagai ikon wanita untuk pergerakan pemberontakan Sudan. Foto itu diambil oleh seorang fotografer lokal, Lana Harun.

Dalam foto tersebut, Salah berdiri di atas sebuah mobil putih dan dikelilingi oleh ribuan para pengunjuk rasa di luar halaman kepresidenan dan markas tentara di Khartoum, ibu kota Sudan. Salah memakai lapisan kain putih yang dibentuk sebagai 'toub', yakni gaya pakaian tradisional wanita Sudan dan dipadu dengan anting-anting emas berbentuk bulan.

Dalam aksinya, Salah tampak mengangkat jarinya ke udara sambil berteriak, "Atas nama agama, mereka telah membunuh kita." Para pengunjuk rasa menanggapi pernyataan Salah dengan meneriakkan, "Revolusi!".

Toub yang dikenakan Salah dan wanita yang menjadi bagian dalam aksi unjuk rasa tersebut, telah menjadi simbol kebebasan, kekuatan, dan solidaritas di negara yang mengalami kekacauan, penindasan serta ketidakstabilan selama beberapa dekade di bawah pemrintahan al-Bashir. Salah dan ribuan wanita lain yang memimpin dan berpartisipasi dalam aksi protes itu disebut sebagai "Kandaka" yakni gelar Nubia untuk seorang ratu. Mereka telah menjadi simbol perjuangan hak-hak perempuan di Sudan.

Salah mengatakan, telah menerima ancaman pembunuhan akibat foto-fotonya yang viral dalam aksi protes. Namun, ancaman itu tidak berpengaruh dan dia tetap menjadi bagian dari ribuan pengunjuk rasa.

"Saya tidak akan tunduk. Suara saya tidak bisa ditekan. Saya akan meminta pertanggungjawaban al-Bashir jika sesuatu terjadi pada saya. #JusticeWillPrevail," tulis Salah dalam akun Twitternya @iAlaaSalah sehari sebelum al-Bashir dicopot dari kekuasaannya.

Setelah militer mengumumkan pencopotan al-Bashir, para wanita Sudan turun ke jalan untuk merayakannya. Kerumunan besar pengunjuk rasa berkumpul dan bersorak-sorai di jalan untuk sebuah perayaan pada Kamis lalu.

Banyak pengunjuk rasa marah setelah Menteri Pertahanan Sudan, Awad Mohammed Ahmed Ibn Auf mengumumkan dalam pidatonya bahwa pemerintah akan menjalani transisi selama dua tahun. Masa transisi tersebut akan dikelola oleh militer setelah penangkapan al-Bashir.

Dalam Twitternya, Salah menuduh rezim al-Bashir telah menipu warga sipil Sudan melalui kudeta militer. Dia menuntut agar dewan sipil ditugaskan untuk menangani masa transisi pemerintahan.

"Rakyat tidak menginginkan dewan militer memimpin masa transisi. Perubahan tidak akan terjadi, dan seluruh rezim Bashir menipu rakyat sipil Sudan melalui kudeta militer. Kami ingin dewan sipil memimpin transisi," ujar Salah dalam Twitternya.

Hak-hak perempuan di Sudan sangat buruk. Perempuan Sudan terus-menerus menghadapi ancaman mulai dari pernikahan anak hingga kekerasan dalam rumah tangga, pelecehan seksual, dan pemerkosaan. Beberapa kebijakan telah diberlakukan untuk melindungi perempuan dan anak di Sudan.

Undang-undang ketertiban umum Sudan yang mengontrol kebebasan berpakaian, perilaku, pergaulan, dan pendidikan bagi perempuan telah menyebabkan penindasan sera hukuman bagi kaum perempuan Sudan selama bertahun-tahun. Undang-undang tersebut juga telah mengembangkan sistem patriarki. Di Sudan, anak perempuan berusia 10 tahun diizinkan menikah dengan pria yang jauh lebih tua tanpa persetujuan mereka. Selain itu, pemerkosaan dalam pernikahan juga legal di negara tersebut.

photo
Warga Sudan berunjuk rasa di dekat gedung Kementerian Pertahanan di Khartoum, Sudan, Selasa (9/4). Mereka menuntut Presiden Omar al-Bashir mundur.

Hak-hak perempuan di Sudan menghadapi kecaman internasional pada Mei lalu ketika seorang pengantin anak, Noura Hussein, dijatuhi hukuman mati karena membunuh suaminya. Hussein terpaksa melakukannya karena suaminya mencoba memperkosanya. Namun, setelah petisi online yang meminta grasi mengumpulkan lebih dari 1,5 juta tanda tangan, hukuman Hussein dikurangi menjadi lima tahun penjara.

Meski menghadapi penindasan dan eksploitasi selama beberapa dekade, kaum wanita Sudan selalu berada di garis depan dalam aksi protes nasional sejak Desember lalu. Menurut laporan BBC, lebih dari 70 persen pengunjuk rasa yang turun ke jalan adalah wanita.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement