Senin 06 May 2019 20:52 WIB

PBB Kembali Minta Kubu Berkonflik di Libya Genjatan Senjata

Genjatan senjata tersebut diminta PBB untuk menghormati Ramadhan.

Rep: Puti Almas/ Red: Nashih Nashrullah
Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini, lantaran konflik yang melibatkan dua pemerintahan di negara itu.
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Kendaraan terbakar di distrik bagian selatan Abu Salim, Tripoli, Libya, awal pekan ini, lantaran konflik yang melibatkan dua pemerintahan di negara itu.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK — PBB kembali menyerukan agar pihak-pihak yang berkonflik di Libya untuk segera melakukan gencatan senjata. Selama hampir satu bulan, Tentara Nasional (LNA) yang dipimpin Khalifa Haftar meluncurkan serangan yang menargetkan dan mengambil alih Ibu Kota Tripoli. 

Dalam sebuah pernyataan, Misi PBB di Libya (UNSMIL) mendesak pihak yang bertikai di Libya untuk menerapkan gencatan senjata mulai Senin (6/5) pukul 04.00 pagi waktu setempat. Waktu tersebut bertepatan dengan hari pertama bulan puasa suci Ramadhan tahun ini. 

Baca Juga

“UNSMIL meminta semua pihak untuk memberikan bantuan kemanusiaan pada mereka yang membutuhkan dan memastikan kebebasan bagi warga sipil untuk bergerak selama gencatan senjata,” ujar pernyataan UNSMIL dilansir Aawsat, Senin (6/5). 

LNA belum memberikan tanggapan atas seruan PBB tersebut, demikian dengan Pemerintah Libya yang diakui internasional, dikenal sebagai Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA). Hingga saat ini, pertempuran di wilayah sekitar Tripoli masih terus terdengar, di mana LNA masih berusaha menembus pertahanan pasukan pemerintah.   

Sejak presiden Muammar Gaddafi digulingkan pada 2011 lalu, Libya dilanda kekacauan dengan faksi-faksi bersenjata yang ingin menguasai pemerintahan secara penuh. 

Pemerintahan negera itu terbagi atas dua, di mana di Tripoli, didukung  internasional, sementara LNA menguasai wilayah timur dan membentuk pemerintahan.  

LNA terus berupaya untuk dapat menguasai dan mengendalikan Libya secara keseluruhan. Situasi terus diperburuk dengan kedatangan Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) dan kelompok militan lainnya yang mengambil kesempatan atas kondisi di negara tersebut.

Sejumlah kritikus juga mengatakan bahwa LNA merupakan dari sejumlah kelompok milisi, bahkan termasuk kelompok militan. Para pengamat juga pernah mempertanyakan apakah sebenarnya Haftar memiliki pasukan militer untuk menguasai Tripoli, serta keyakinan bahwa ia mencoba membujuk beberapa milisi untuk membelot kepadanya. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement