Rabu 15 May 2019 14:29 WIB

Sudan Tetapkan Masa Transisi Pemerintahan 3 Tahun

Dewan transisi militer dan oposisi sepakati transisi 3 tahun sebelum pemilu.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Rakyat Sudan merayakan setelah militer memaksa mundur Presiden Omar al-Bashir setelah 30 tahun berkuasa di Khartoum, Sudan, Kamis (11/4).
Foto: AP Photo
Rakyat Sudan merayakan setelah militer memaksa mundur Presiden Omar al-Bashir setelah 30 tahun berkuasa di Khartoum, Sudan, Kamis (11/4).

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Dewan Transisi Militer Sudan (TMC) dan kelompok oposisi, Deklarasi Kebebasan dan Perubahan Pasukan (DFCF) sepakat atas persetujuan masa transisi pemerintahan dalam tiga tahun sebelum pemilihan umum, Rabu (15/5) waktu setempat. Kedua belah pihak sepakat untuk membentuk pemerintahan baru berdasarkan tiga tingkat pemerintahan, termasuk dewan transisi bersama, kabinet, dan parlemen.

Anggota TMC yang disegani, Yasir Alatta mengatakan, pihaknya telah mengalokasikan hak membentuk kabinet untuk oposisi. Ia menegaskan, parlemen transisi akan terdiri dari 300 anggota. DCFC, kata dia, akan memiliki dua pertiga kursi di dewan legislatif transisi, sementara partai-partai yang bukan dari aliansi akan mengambil sisanya.

Baca Juga

"Sebanyak 67 persen di antaranya akan ditunjuk oleh DFCF, sedangkan 33 persen di antaranya akan dinegosiasikan antara kedua belah pihak," ujar Alatta dilansir Anadolu Agency, Rabu (15/5). 

Seorang anggota terkemuka DCFC, Madani Abas Medani mengatakan, negosiasi akan dilanjutkan pada Rabu untuk membahas rincian pembentukan dewan transisi bersama. Selain itu, negosiasi untuk menentukan persentase perwakilan kedua belah pihak.

"Kami juga sepakat membentuk komite bersama untuk menyelidiki insiden kekerasan yang terjadi Senin malam di lapangan di depan markas tentara (di ibu kota) yang menewaskan delapan orang dan 200 lainnya cedera," katanya. 

Kerusuhan terjadi di ibu kota Sudan, pada Senin malam. Kerusuhan terjadi setelah Pasukan Dukungan Cepat (RSF) paramiliter (diketuai oleh wakil dari dewan militer) berpatroli di jalan ibu kota menggunakan gas air mata dan senjata untuk mengusir para demonsrtan.

Para pengunjuk rasa ingin terus menekan dewan militer untuk segera menyerahkan pemerintahan. Pada Selasa mereka kembali memblokir jalan, dan jembatan dengan batu-batu. 

Para demonstran juga dengan bermalam di luar Kementerian Pertahanan Negara sejak 6 April. Seorang tokoh Senior DFCF Omar Youssef mengatakan, peluru yang ditembakkan kemarin merupakan peluru dari RSF. "Kami menganggap dewan militer bertanggung jawab atas apa yang terjadi kemarin," kata Youssef.

Timbulnya korban jiwa dalam kerusuhan demonstrasi adalah kasus pertama selama protes beberapa bulan yang berhasil menjatuhkan Omar al-Bashir dari jabatan presiden. Para korban di antaranya adalah seorang perwira polisi dan tiga demonstran.

 

Demonstrasi yang tidak kunjung usai dalam empat bulan terakhir telah membuat mantan presiden Bashir mengundurkan diri dari jabatannya. Ia yang telah memimpin Sudan sejak 1989 melalui sebuah kudeta militer pernah mendapat tuntutan dari Pengadilan Kejahatan Internasional (ICC). Tuduhannya adalah sebab aksinya mengerahkan pasukan militer di Darfur, Sudan Barat, di mana konflik berlangsung di wilayah itu sejak 2003.

Pascapengunduran diri Bashir, negara membentuk dewan tranisisi militer yang dikepalai Jenderal Ibn Auf, yang saat itu juga menjabat sebagai menteri pertahanan Sudan. Dia mengatakan, bahwa dewan militer akan memimpin pemerintahan selama dua tahun. Sejak itu, Ibn Auf memberlakukan jam malam dan memutuskan menangguhkan konstitusi.

Rakyat Sudan tidak menerima hal itu, sebab dianggap tidak sejalan dengan semangat reformasi yang mereka suarakan. Di sisi lain, mereka memandang Ibn Auf sebagai tokoh yang memiliki kedekatan dengan Bashir. Rakyat Sudan pun melanjutkan aksi demonstrasinya hingga kini. Mereka bersumpah tidak akan berhenti melakukan aksi protes hingga semua tuntutannya terpenuhi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement