Ahad 09 Jun 2019 03:51 WIB

Kelompok Pemrotes Sudan Serukan Gerakan Pembangkangan Sipil

Gerakan ini demi memastikan kekuasaan di Sudan dipegang oleh pemerintahan sipil.

Rep: Rr Laeny Sulistyawati/ Red: Andri Saubani
[ilustrasi] Pengunjuk rasa membuat barikade di luar markas militer Sudan di Khartoum, Sudan.
Foto: AP Photo
[ilustrasi] Pengunjuk rasa membuat barikade di luar markas militer Sudan di Khartoum, Sudan.

REPUBLIKA.CO.ID, KHARTOUM -- Kelompok pemrotes dan oposisi Sudan, Sabtu (8/6) menyerukan kampanye gerakan 'pembangkangan sipil' di seluruh negeri. Tak hanya meneriakkan kata-kata pembangkangan sipil, pemrotes juga mengatakan, akan berjalan sampai pemerintahan transisi militer yang berkuasa di Sudan memberikan kekuasaan pada pemerintahan sipil.

"Gerakan pembangkangan sipil akan dimulai Ahad (9/6) dan berakhir hanya ketika pemerintah sipil mengumumkan dirinya berkuasa di televisi pemerintah," demikan pernyataan Asosiasi Profesional Sudan (SPA) seperti dikutip dari laman Al Arabiya, Ahad (9/6).

Asosiasi profesional Sudan juga yang memprakarsai protes yang menggulingkan presiden Sudan Omar al-Bashir April 2019 lalu. Seruan SPA dilontarkan setelah Perdana Menteri (PM) Ethiopia Abiy Ahmed yang berupaya menengahi dan bertemu dengan para jenderal militer dengan pemimpin protes atau oposisi. Kemudian beberapa jam setelah pertemuan, dua pemimpin oposisi ditahan.

Seperti diketahui, dua pemimpin pemberontak Sudan dilaporkan ditangkap, Sabtu (8/6) pagi waktu setempat. Penahanan tersebut dilakukan tak lama setelah dua pemimpin tersebut bertemu dengan Perdana Menteri (PM) Ethiopia Abiy Ahmed yang berusaha menjadi penengah di tengah krisis di negara tersebut.

Ahmed pada Jumat (7/6) mendesak penguasa militer Sudan dan opodisi untuk berani mencoba menyetujui langkah-langkah menuju demokrasi sejak penggulingan presiden Sudan Omar al-Bashir April 2019 lalu. PM Ethiopia kemudian berkunjung setelah pasukan Sudan menyerbu kamp protes di luar Kementerian Pertahanan Sudan di Khartoum.

Ahmed kemudian menawarkan mediasi setelah aliansi oposisi Pasukan Deklarasi Kemerdekaan dan Perubahan (DFCF) yang berunding dengan Dewan transisi militer Sudan (TMC) tentang siapa yang bakal memimpin di masa transisi bubar terkena serangan. Dia kemudian mengklaim pembicaraan mediasi berjalan dengan baik dan dia akan kembali ke Sudan. TMC berteri makasih pada upaya Ahmed yang telah melakukan mediasi.

"Keterbukaan dan keinginan untuk negosiasi mencapai pemahaman yang akan mengarah pada konsensus nasional dan mengarah pembentukan transisi demokrasi," kata TMC seperti dikutip kantor berita negara SUNA.

Namun, dua tokoh oposisi yang ada di pertemuan tersebut yaitu sekretaris jenderal Pergerakan-Utara Pembebasan Rakyat Sudan (SPLM-N) Ismail Jallab dan juru bicara kelompok bersenjata Mubarak Ardol ditahan beberapa jam kemudian. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement