Ahad 18 Feb 2018 14:12 WIB

Trump 'Serang' FBI

Trump sebut FBI gagal melihat pertanda sebelum terjadinya penembakan massal.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Reiny Dwinanda
Presiden AS Donald Trump
Foto: slate.com
Presiden AS Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menyerang Biro Investigasi Federal (FBI) atas terjadinya penembakan massal di Majority Stoneman Douglas High School di Parkland, Florida, pada Rabu (14/2) lalu. Menurut Trump, FBI terlalu fokus menginvestigasi persekongkolan antara tim kampanyenya dengan Rusia pada masa Pilpres 2016.

Dalam cicitan di akun Twitter pribadinya pada Ahad (18/2), Trump menyayangkan FBI karena kehilangan banyak tanda atau indikasi yang telah ditunjukkan pelaku sebelum insiden penembakkan massal di Florida terjadi. "Ini tidak bisa diterima," kata Trump.

"Mereka (FBI) terlalu banyak menghabiskan waktu untuk membuktikan kolusi Rusia dengan tim kampanye Trump. Tidak ada kolusi. Kembali ke dasar dan buat kami semua bangga," kata Trump menambahkan di akun Twitter-nya.

FBI memang telah mengakui kegagalannya dalam mengantisipasi insiden penembakan massal di Florida yang dilakukan oleh remaja berusia 19 tahun bernama Nikolas Cruz. Padahal, sebulan sebelumnya, seorang teman Cruz telah menghubungi FBI. Ia menyampaikan sejumlah informasi kepada FBI, antara lain tentang kepemilikan senjata oleh Cruz, keinginannya untuk membunuh orang, perilaku yang tak menentu, dan potensinya melakukan penembakan di sekolah.

Dalam penembakan pada Rabu lalu, Cruz menyebabkan 17 orang tewas. Ini merupakan insiden penembakan sekolah paling mematikan sejak 2012.

Kemudian terkait cicitan Trump, saat ini FBI memang tengah melakukan penyelidikan terkait dugaan kolusi antara tim kampanye Trump dengan Rusia pada masa Pilpres tahun 2016. Rusia disebut mengintervensi jalannya proses pilpres dengan agenda memenangkan Trump dalam kontestasi tersebut.

Awal pekan ini, 13 warga Rusia didakwa mencampuri pilpres AS pada 2016. Dakwaan terhadap 13 warga Rusia ini merupakan hasil pengembangan oleh FBI yang menginvestigasi Penasihat Khusus Robert Mueller. Tiga perusahaan Rusia juga disebutkan dalam surat dakwaan tersebut.

Pemerintah Rusia sendiri telah berkali-kali membantah bahwa pihaknya mengintervensi jalannya pilpres AS pada 2016. Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Lavrov telah membantah tudingan yang dilayangkan kepada negaranya. Namun ia tak ingin berkomentar lebih jauh hingga semua fakta terkait hal ini tersingkap.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement