Selasa 20 Mar 2018 20:21 WIB

Donald Trump Ingin Ekspor Lebih Banyak Drone untuk Sekutunya

Trump mempermudah regulasi ekspor penjualan pesawat tanpa awak.

Rep: Rizkyan Adiyudha/ Red: Nur Aini
Pesawat drone Boeing Phantom Eye milik militer Amerika Serikat.
Foto: AP Photo
Pesawat drone Boeing Phantom Eye milik militer Amerika Serikat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump segera memudahkan regulasi menyangkut ekspor penjualan pesawat tanpa awak. Kemudahan pembelian teknologi mematikan tersebut nantinya akan dinikmati oleh sekutu dan mitra Paman Sam.

Rencana meringkaskan regulasi yang mengatur ekspor penjualan senjata tersebut diungkapkan seorang sumber yang akrab terkait teknologi drone yang dimaksud. Sumber tersebut mengungkapkan, rencana kemudahan penjualan ke luar negeri itu merupakan program kebijakan pemerintah yang sempat tertunda.

Peringkasan regulasi penjualan pesawat militer tanpa awak itu diperkirakan akan menjadi tahap awal ekspor penjualan senjata yang lebih luas. Kebijakan itu disebut-sebut menjadi jalan keluar bari pemerintahan Trump untuk menutupi defisit perdagangan sambil menciptakan lapangan pekerjaan.

Sumber tersebut mengatakan, kunci utama kebijakan tersebut adalah mengurangi hambatan penjualan drone dengan kapasitas minimal yang hanya mampu mengangkut rudal lebih sedikit dengan jarak tempuh yang lebih pendek. Dia mengatakan, kemudahan penjualan drone itu juga akan menyasar pesawat pengintai dari semua tipe.

Meski Trump membatasi penjualan pesawat tanpa awak yang menjadi unggulan, kebijakan itu sekaligus menandai awal pembicaraan tabu terkait pelarangan penjualan drone militer ke negara-negara yang bukan sekutu dekat AS. Drone militer memodernkan peperangan yang saat ini terjadi, di mana pesawat tak berawak pabrikan AS menjadi alat yang paling digemari pasar.

Pesaing terdekat AS terkait penjualan drone militer adalah Cina dan Israel yang lebih dulu meringkaskan regulasi mereka terkait hal tersebut. Hal itu lantas mendorong Menteri Pertahanan Jim Mattis menyurati penasihat keamanan nasional Trump, H.R. McMaster guna mendesak presiden untuk mempercepat perubahan kebijakan agar tidak kehilangan pasar di negara-negara tertentu.

"Kami tertinggal di berbagai belahan dunia. Mengapa pesaing kami dapat menjual kepada sekutu peralatan yang mereka inginkan dari kami? Kebijakan ini bermaksud untuk memutarbalikan hal itu," kata sumber tersebut.

Sejauh ini, negara-negara anggota North Atlantic Treaty Organization (NATO) menjadi pembeli potensial terkait rencana ekspansi pasar tersebut. Peminat juga datang dari sekutu AS lainnya semisal Arab Saudi hingga sejumlah negara teluk. Penjualan juga membidik rekanan AS di Asia seperti Jepang dan Korea Selatan (Korsel).

Mitra utama AS, layaknya India, Singapura, Australia, dan 35 negara lain yang menandatangani perjanjian Missile Technology Control Regime (MTCR) turut menjadi target penjualan drone tersebut. Selama ini, Paman Sam hanya menjual pesawat tanpa awak buatan mereka kepada Inggris dan Italia.

Pejabat pemerintahan Trump lebih jauh menjelaskan, kebijakan ekspor itu berusaha meminimalkan hambatan birokrasi dan administrasi yang ada. Hal itu kemudian diharapkan akan meningkatkan daya saing AS di pasar kedirgantaraan global.

Meski demikian, pejabat tersebut menegaskan kalau pembeli drone tersebut harus memenuhi peraturan yang diterapkan AS serta mematuhi standar internasional. Gedung Putih atau Pentagon belum memberikan komentar terkait pesan yang disampaikan Mattis kepada McMaster hingga saat ini.

Kebijakan pemangkasan regulasi penjualan pesawat tanpa awak itu sebelumnya mendapatkan tentangan dari aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) serta pegiat pengontrolan senjata. Mereka menegaskan, kebijakan itu akan meningkatkan risiko penuh kekerasan di Timur Tengah dan Asia Selatan.

Peringatan yang dilontarkan kedua aktivis tersebut lantas membuat kebijakan itu ditunda selama berbulan-bulan. Penangguhan juga dilakukan dengan menimbang seberapa jauh ekpansi pasar drone akan dilakukan.

Sementara dua pabrikan senjata, Textron dan Kratos Defense & Security Solutions Inc menjadi perusahaan yang akan menerima dampak dari kebijakan tersebut. Kedua perusahaan itu saat ini memasarkan drone berkapasitas kecil secara internasional.

Namun, peraturan yang saat ini berlaku menghambat penjualan mereka. Dipangkasnya regulasi tersebut juga memacu perusahaan senjata untuk mempertimbangkan perluasan lini produk mereka. Kebijakan baru itu diperkirakan akan diperkenalkan dalam waktu dekat.

"Peningkatan penjualan drone berpotensi disalahgunakan oleh pemerintah kepada negara tetangga atau warga negara mereka sendiri," kata anggota senior asosiasi kontrol senjata yang fokus pada ancaman proliferasi senjata global, Jeff Abramson.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement