Senin 16 Apr 2018 19:30 WIB

Pentagon Ingin Trump Serang Rusia di Suriah

Strategi perang yang diusulkan Pentagon termasuk menyerang pertahanan udara Rusia.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.
Foto: Letnan john Matthew Daniels / Angkatan Laut AS melalui AP
Dalam gambar yang diambil oleh Angkatan Laut AS, kapal penjelajah kendali-rudal USS Monterey (CG 61) menembakkan rudal Tomahawk ke Suriah, Sabtu, (14/4). Donald Trump mengumumkan serangan udara ke Suriah sebagai tanggapan atas dugaan serangan senjata kimia.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Meskipun serangan udara Amerika Serikat (AS) di Suriah telah meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun lalu, Presiden AS Donald Trump ternyata telah memilih mode serangan yang tidak terlalu brutal. The Wall Street Journal, mengutip sumber tanpa nama, melaporkan Trump sebelumnya ditawari beberapa mode pilihan serangan oleh Pentagon.

Setelah Menteri Pertahanan AS Jim Mattis mempresentasikan tiga pilihan serangan militer di Suriah, Trump segera mendiskusikan secara intensif mengenai pendekatan terbaik. Ia kemudian memilih mode serangan yang lebih terkendali.

Serangan paling brutal yang ditawarkan pentagon adalah serangan terhadap pertahanan udara Rusia di Suriah. Mode serangan ini akan berbobot tiga kali lebih besar daripada serangan yang dilakukan AS saat ini di negara tersebut, termasuk peluncuran 100 rudal canggih terhadap tiga sasaran.

Trump dilaporkan ingin agar militernya mempertimbangkan serangan terhadap militer Rusia dan Iran di Suriah, tetapi Mattis menolak pertimbangan itu. Mattis tetap memperingatkan Trump mengenai kemungkinan adanya serangan balasan dari Rusia dan Iran.

Rusia memiliki kekuatan militer, termasuk pertahanan udara, di beberapa wilayah Suriah untuk mendukung Presiden Bashar Assad dalam perang panjangnya melawan pemberontak anti-pemerintah. Serangan yang dilakukan AS pada malam hari dengan hati-hati dan terbatas, ditujukan untuk meminimalkan korban sipil dan tentunya untuk menghindari konflik langsung dengan Rusia.

"Sebelum kami mengambil tindakan, Amerika Serikat telah berkomunikasi dengan Rusia untuk mengurangi bahaya dari setiap korban dari Rusia atau sipil," ujar Duta Besar AS untuk Rusia, John Huntsman, seperti dilaporkan laman Fox News.

Pada Senin (16/4) pagi, pejabat Pentagon melaporkan, serangan mereka tidak mendapat balasan dari Suriah maupun sekutunya, yaitu Rusia dan Iran. Operasi militer yang dipimpin AS di Suriah tersebut mendapatkan banyak dukungan dari negara-negara Barat.

Aliansi NATO juga memberikan dukungan penuh. Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg mengatakan di Brussels bahwa serangan itu untuk memastikan senjata kimia tidak dapat digunakan lagi di Suriah dengan impunitas.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement