Selasa 15 May 2018 08:11 WIB

Erdogan: Trump Bawa Dunia ke Masa Kelam

Pernyataan ini terkait sikap Trump soal nuklir Iran dan pemindahan kedubes di Israel.

Rep: Crystal Liestia Purnama/ Red: Nidia Zuraya
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.
Foto: AP Photo/Evan Vucci
Presiden AS Donald Trump bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan di Roosevelt Room Gedung Putih, Selasa, 16 Mei 2017 di Washington.

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan mengatakan, dunia hidup dalam masa kelam yang mengingatkan pada tahun-tahun menjelang Perang Dunia Kedua. Pernyataan tersebut ia tujukan untuk mencerca sikap Donald Trump yang telah menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran dan mengakui Yerusalem sebagai ibu kota Israel.

Erdogan berbicara di Chatham House di London pada hari kedua kunjungan kenegaraannya ke Inggris. Kunjungan tersebut telah berubah menjadi bagian dari kampanye pemilihannya sebagai hasil dari keputusannya untuk memajukan tanggal pemilihan parlemen dan presiden Turki selama satu tahun menjadi 24 Juni.

Baca juga, Turki: AS akan Rugi Keluar dari Kesepakatan Nuklir Iran

Ia mengatakan, keputusan AS untuk memindahkan kedutaannya dari Tel Aviv ke Yerusalem tidak mematuhi hukum internasional atau keputusan PBB. "Amerika telah memilih untuk menjadi bagian dari mediatornya. Kita tidak bisa berhenti merasa seperti berada pada masa-masa kelam dari pra-Perang Dunia Kedua," katanya, dikutip tThe Guardian, Senin (14/5).

Ia mengatakan, Iran telah terikat pada kesepakatan yang dicapai tahun 2015 dengan pemerintahan Barack Obama. Keputusan mengenai nuklir Iran, katanya, adalah bagian dari pola keputusan unilateral yang egois yang diambil oleh Pemerintah AS.

Dalam kesempatan itu, Erdogan menawarkan diri sebagai juru bicara Muslim Timur Tengah. Ia Juga mengkritik Eropa karena tidak melakukan sebanyak yang dilakukan Turki untuk membantu 3,5 juta pengungsi Suriah. Menurut dia, Uni Eropa tidak pernah memenuhi bagiannya dari kesepakatan pengungsi bersama Turki dengan menyediakan uang tunai yang dijanjikan.

Erdogan berjanji akan terus membersihkan warga Kurdi Suriah dari perbatasannya setelah Turki merebut Kota Afrin yang dikuasai Kurdi. Ia mengecam kerja sama AS dengan kelompok-kelompok Kurdi dan mengatakan YPD Suriah Kurdi mencoba untuk mengamuflase identitas Kurdi dengan bergabung dalam perang melawan ISIS.

Dia juga menyerukan anggota tetap Dewan Keamanan PBB untuk melepaskan peran mereka dan menyerahkan kursi mereka secara bergilir ke keanggotaan majelis umum yang lebih luas. Dia mengklaim bahwa Turki lebih demokratis daripada banyak negara Uni Eropa.

Dalam pembicaraan dengan Theresa May, Erdogan mengindikasikan kemungkinan untuk menekan Inggris agar menyerahkan setiap orang yang dia anggap terkait dengan kudeta yang hampir menggulingkan pemerintahnya pada tahun 2015.

Sementara itu, May mengincar kesepakatan perdagangan bebas pasca-Brexit dengan Turki serta kerja sama keamanan atas para pejuang asing yang kembali. Ia telah mengambil taruhan strategis pada Turki yang telah menyebabkan kritik terhadap keinginan Konservatif untuk mengabaikan kekuasaan Erdogan yang makin otoriter dalam mengejar perjanjian komersial.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement