Ahad 10 Jun 2018 16:56 WIB

Trump Temui Kim Jong-un Tanpa Penasihat Ahli Nuklir

Pertemuan Trump dan Kim Jong-un dijadwalkan pada 12 Juni di Singapura.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Nur Aini
Donald Trump
Foto: EPA-EFE/NEIL HALL
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Ketika Presiden AS Donald Trump tengah bersiap untuk bertemu pemimpin Korea Utara (Korut) Kim Jong-un untuk merundingkan denuklirisasi, tampaknya ada satu hal yang masih mengganjal. Trump melakukannya tanpa bantuan penasihat senior yang terlatih dalam ilmu fisika nuklir.

Trump adalah presiden pertama AS sejak 1941 yang tidak menunjuk penasihat khusus di bidang sains. Jabatan itu dimunculkan sejak Perang Dunia II untuk memandu Oval Office dalam menghadapi masalah teknis, mulai dari perang nuklir hingga pandemik global.

Sebagai seorang mantan pebisnis, Trump dengan bangga mengatakan ia banyak dibantu oleh nalurinya sendiri. Namun sejumlah pihak menilai, ketidakhadiran ahli fisika nuklir dapat menyebabkan kerugian taktis dalam salah satu masalah diplomatik terbesar yang dihadapi pemerintahan Trump.

"Anda perlu memiliki penasihat senior sains yang dapat diberdayakan dalam perundingan. Kami yakin pihak lawan memilikinya," kata R. Nicholas Burns, yang memimpin negosiasi AS dengan India mengenai kesepakatan nuklir, selama pemerintahan presiden George W. Bush, dikutip New York Times.

Tidak adanya jabatan penasihat sains di Gedung Putih adalah salah satu contoh perubahan signifikan dalam pemerintahan Trump, yaitu adanya marjinalisasi sains dalam membentuk kebijakan di AS. Tidak ada kepala ilmuwan di Departemen Luar Negeri AS, mengingat sains menjadi pusat masalah kebijakan luar negeri seperti cybersecurity dan pemanasan global. Kepala ilmuwan juga tidak ada di Departemen Pertanian AS.

Departemen Dalam Negeri AS dan National Oceanic and Atmospheric Administration telah membubarkan komite penasihat ilmu iklim. Food and Drug Administration juga membubarkan komite penasihat makanan, yang memberikan panduan tentang keamanan pangan.

Gedung Putih menolak untuk mengomentari hal ini, yang menunjukkan peran sains dalam pembuatan kebijakan telah berkurang dalam pemerintahan Trump. Mengenai pertemuan yang akan datang dengan Kim Jong-un, juru bicara Dewan Keamanan Nasional Gedung Putih, Garrett Marquis, mengatakan Trump memiliki penasihat yang ahli di bidangnya.

Namun faktanya, Trump tidak memiliki penasihat senior fisika nuklir seperti Presiden Barack Obama saat menegosiasikan kesepakatan nuklir dengan Iran. Para penasihat Obama di antaranya, Ernest J. Moniz, seorang ahli fisika nuklir yang memimpin Departemen Energi dan mengawasi persenjataan senjata nuklir negara; dan John Holdren, seorang ahli fisika dan ahli dalam pengendalian senjata nuklir yang bertugas sebagai penasihat sains Gedung Putih.

Kim Jong-un juga diketahui memiliki beberapa penasihat fisika nuklir. "Para ilmuwan nuklir Korut sangat, sangat kompeten, dan saya harapkan mereka dapat memberi saran kepada pemerintahan mereka dengan baik," kata Siegfried S. Hecker, mantan direktur laboratorium senjata Los Alamos di New Mexico dan ahli program senjata nuklir Korut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement