Senin 16 Jul 2018 11:31 WIB

Trump Sebut Uni Eropa Sebagai Musuh

Trump menempatkan Cina di posisi kedua dan selanjutnya Rusia.

Rep: Marniati/ Red: Friska Yolanda
Presiden AS Donald Trump berpose di depan Istana Presiden di Helsinki, Finlandia, Ahad (15/7).
Foto: Martti Kainulainen/Lehtikuva via AP
Presiden AS Donald Trump berpose di depan Istana Presiden di Helsinki, Finlandia, Ahad (15/7).

REPUBLIKA.CO.ID, EDINBURGH -- Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menggambarkan Uni Eropa (UE) sebagai salah satu "musuh" terbesarnya dalam intervensi diplomatik. Ini disampaikan Trump hanya beberapa jam sebelum ia mengadakan pertemuan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.

Dilansir The Guardian, Senin (16/7), dalam sebuah wawancara TV, Trump menyebut musuh terbesarnya secara global saat ini adalah Uni Eropa. Selanjutnya, ia menyebut Rusia dan Cina.

Beberapa jam sebelumnya, Perdana Menteri Inggris Theresa May mengungkapkan bahwa Trump menyarankan agar dia menuntut UE daripada bernegosiasi soal Brexit.

"Saya pikir kami memiliki banyak musuh. Saya pikir Uni Eropa adalah musuh dalam perdagangan. Sekarang Anda tidak akan memikirkan Uni Eropa, tetapi mereka adalah musuh," kata Trump kepada CBS News di resor golf Turnberry, Skotlandia. 

Pernyataan Trump ini mengejutkan banyak pihak karena ia tidak menempatkan Cina atau Rusia di daftar utama. "Uni Eropa sangat sulit. Saya menghormati para pemimpin negara-negara tersebut, tapi dalam arti perdagangan, mereka benar-benar memanfaatkan kami," ujar Trump menambahkan.

Menanggapi pernyataan Trump, Presiden Dewan Eropa Donald Tusk membantah hal itu. "Amerika dan Uni Eropa adalah sahabat terbaik. Siapa pun yang mengatakan kami musuh, menyebarkan berita palsu," tulisnya di akun Twitter.

AS telah mengenakan tarif pada baja dan aluminium terhadap Uni Eropa dan sekutu lainnya. Ini memicu pembalasan. Perang dagang juga sedang berlangsung dengan Cina setelah AS menerapkan tarif 10 persen untuk produk-produk Cina.

Trump berangkat dari Skotlandia ke Helsinki untuk mengadakan pertemuan dengan Putin di istana presiden Finlandia. Putin dan Trump diharapkan membahas isu-isu dari perjanjian senjata nuklir ke konflik di Suriah. 

Trump mengaku dia tidak berpikir meminta Putin untuk mengekstradisi 12 orang Rusia yang didakwa atas pencurian data dari badan-badan partai Demokrat menjelang pemilihan 2016. "Saya tidak memikirkan itu. Tapi saya yakin, saya akan bertanya tentang itu," katanya.

Penasihat keamanan nasional John Bolton mengatakan kepada ABC News bahwa dia mengharapkan Trump untuk menekan Putin karena ikut campur dalam pemilihan AS. "Saya merasa sulit untuk percaya, tetapi itulah salah satu tujuan dari pertemuan ini sehingga presiden dapat bertemu langsung dengan Presiden Putin dan bertanya kepadanya tentang hal itu," ujar Bolton. 

Demokrat di Kongres menyerukan KTT Helsinki untuk dibatalkan. "Trump pada dasarnya mengatakan bahwa dakwaan itu hanya perburuan penyihir. Itu hadiah yang bagus untuk Vladimir Putin," kata anggota komite intelijen, Adam Schiff, kepada CNN.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement