Sabtu 25 Aug 2018 11:15 WIB

PBB: Eksodus Venezuela Mendekati Titik Krisis

Lebih dari 1,6 juta warga Venezuela telah pergi sejak 2015.

Rep: Marniati/ Red: Friska Yolanda
Seorang warga Venezuela menyuapi anaknya di dalam bus yang membawa mereka menuju Peru pada Jumat (24/8) waktu setempat. Ribuan orang telah menyeberang ke Peru beberapa jam sebelum pihak berwenang mulai menegakkan aturan baru.
Foto: AP Photo/Martin Mejia
Seorang warga Venezuela menyuapi anaknya di dalam bus yang membawa mereka menuju Peru pada Jumat (24/8) waktu setempat. Ribuan orang telah menyeberang ke Peru beberapa jam sebelum pihak berwenang mulai menegakkan aturan baru.

REPUBLIKA.CO.ID, CARACAS -- Lembaga migrasi PBB mengatakan pada  Jumat (24/8), eksodus migran dari Venezuela menuju momen krisis. Jumlahnya sebanding dengan peristiwa yang melibatkan pengungsi di Mediterania. 

Jumlah warga Venezuela yang melarikan diri dari negaranya terancam akan membanjiri negara-negara tetangga. Pejabat dari Kolombia, Ekuador dan Peru akan bertemu di Bogota pekan depan untuk mencari jalan keluar atas permasalahan ini.

Di Brasil, aksi demonstrasi yang berlangsung bulan ini membuat ratusan orang warga Venezuela kembali ke perbatasan. Peru juga memperketat aturan masuk untuk Venezuela, yang mengharuskan mereka membawa paspor, bukan hanya kartu identitas nasional.

Juru bicara Organisasi Internasional untuk Migrasi (IOM), Joel Millman, mengatakan  dana dan sarana untuk mengatur arus keluar harus dimobilisasi. "Ini membangun  krisis yang telah kita saksikan di belahan lain dunia, khususnya di Mediterania," katanya.

Pada  Kamis (23/8), IOM dan UNHCR menyerukan kepada negara-negara Amerika Latin untuk mempermudah masuknya warga Venezuela. Lebih dari 1,6 juta di antaranya telah pergi sejak 2015.

Baca juga, PBB Soroti Eksodus Massal Warga Venezuela

Pejabat imigrasi Peru, Eduardo Sevilla, mengatakan Peru akan mengecualikan beberapa warga Venezuela dari persyaratan paspor. Termasuk, orang tua dengan anak-anak yang ingin bergabung dengan anggota keluarga mereka, wanita hamil dan sakit parah.

Namun Sevilla mengatakan pihak berwenang juga akan mewaspadai upaya untuk menghindari aturan baru dengan mengklaim status pengungsi. "Apakah UNHCR akan bertanggung jawab jika orang itu melakukan kejahatan? Prioritas kami adalah berkontribusi pada keamanan dan ketertiban internal dengan mengidentifikasi orang-orang secara jelas," kata Sevilla.

photo
Warga Venezuela menunggu pemeriksaan petugas migrasi setelah tiba di Huaquillas, Ekuador, yang berbatasan dengan Peru pada Jumat (24/8) waktu setempat. Ribuan orang telah menyeberang ke Peru beberapa jam sebelum pihak berwenang mulai menegakkan aturan baru.

Juru bicara UNHCR Andrej Mahecic mengatakan pada pemerintah telah berupaya dengan maksimal meskipun beberapa layananan penerimaan  telah melebihi kapasitas. Namun, beberapa gambar yang mengganggu telah muncul dari kawasan itu pada pekan lalu. Ini berisiko menstigmatisasi orang-orang Venezuela yang melarikan diri dan mempersulit upaya untuk mengintegrasikan mereka.

Seorang hakim Ekuador, Judith Naranjo, pada  Jumat mencabut perintah yang mengharuskan Venezuela memiliki paspor agar diizinkan masuk. Ini sebagai tanggapan terhadap gugatan yang diajukan oleh ombudsman negara Ekuador bersama dengan kelompok-kelompok hak asasi manusia setempat.

"Hakim menerima permintaan untuk tindakan pencegahan yang diminta oleh ombudsman," tulis agensi tersebut di Twitter.

Pemerintah Ekuador mengatakan akan menghormati keputusan untuk mengizinkan para migran masuk menggunakan kartu identitas Venezuela mereka. Tetapi dikatakan bahwa kartu identitas harus disertai dengan "sertifikat validasi" yang diterbitkan oleh Venezuela atau lembaga internasional yang diakui oleh Ekuador. Ekuador mengatakan tindakan itu dimaksudkan untuk melindungi warganya sendiri. Namun belum diketahui kapan peraturan itu akan berlaku.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement