Rabu 17 Oct 2018 14:39 WIB

AS Ingin Perbarui Perjanjian Dagang dengan Negara Sekutu

Upaya Trump untuk menurunkan defisit perdagangan AS belum berhasil.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Presiden AS Donald Trump dalam konferensi pers di New York pada Kamis (26/9) waktu setempat.
Foto: AP Photo/Mary Altaffer
Presiden AS Donald Trump dalam konferensi pers di New York pada Kamis (26/9) waktu setempat.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump ingin memperbaharui kerja sama perdagangan dengan Uni Eropa, Inggris, dan Jepang. Perjanjian baru itu diharapkan dapat menurunkan defisit perdagangan dengan tiga negara sekutu tersebut.

"Kami berkomitmen untuk mengakhiri negosiasi ini dengan hasil yang tepat waktu dan substantif untuk pekerja Amerika, petani, peternak dan bisnis," kata Perwakilan Perdagangan AS Robert Lighthize, seperti dilansir dari Deutsche Welles, Rabu (17/10).

Sampai saat ini kabarnya upaya Trump untuk menurunkan defisit perdagangan AS belum juga berhasil. Di bawah Perundang-undang Amerika, Perwakilan Perdagangan AS berkewajiban memberikan tujuan dari kesepakatan ini sekurang-kurangnya 30 hari sebelum proses negosiasi dimulai.

Menurut Lighthizer, ada tiga kesepakatan yang bertujuan untuk memperbaiki ketidakseimbangan perdagangan AS dan mengurangi hambatan eksporter AS berdagang di luar negeri. Usaha AS itu dilakukan setelah mereka memperbaharui kesepakatan dengan Kanada dan Mesiko dalam Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (North American Free Trade Agreement/NAFTA). Dalam kampanyenya Trump memang berjanji untuk mengubah NAFTA dan menurunkan defisit perdagangan AS dengan dua negara tetangga tersebut.

Perjanjian ini pun diubah namanya menjadi USMCA (Perjanjian Baru Amerika Serikat-Mesiko-Kanada). Namun mengubah kesepakatan dengan rekan dagang lainnya akan menimbulkan kerumitan baru.

Pasalnya, Presiden Prancis Emmanuel Macron mengatakan ia tidak akan mendukung Uni Eropa untuk melakukan pembicaraan dengan negara yang tidak menandatangani Kesepakatan Iklim Paris. Trump sudah menarik AS dari kesepakatan itu membuat Negeri Paman Sam menjadi satu-satunya negara yang menolak dan melawan kesepakatan untuk mengurangi dampak dari pemanasan global tersebut. 

Meski Rusia dan Turki belum meratifikasi Kesepakatan Paris tapi mereka tidak secara resmi menolaknya. Sementara itu, Inggris masih belum bisa melakukan negosiasi perdagangan internasional karena mereka masih terperangkap dalam negosiasi kesepakatan Brexit yang tidak kunjung usai dengan Uni Eropa.

Dalam kampanyenya pada 2016 lalu, Trump memang menjanjikan menciptakan banyak lapangan pekerjaan dengan menyeimbangkan perdagangan global dan mengembalikan pabrik ke Amerika. Tapi, perdagangan AS terus defisit sejak Trump menjadi presiden.

Pada Agustus 2018 lalu, tercatat defisit perdagangan AS dengan Cina mencapai 38,6 miliar dolar AS. Sementara, defisit perdagangan tercatat 8,7 miliar dolar AS dengan Mesiko.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement