Jumat 15 Feb 2019 07:43 WIB

AS Perkenalkan RUU Baru untuk Sanksi Rusia

RUU juga akan berlakukan beberapa langkah tegas pada sektor minyak dan gas Rusia.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Budi Raharjo
Perang Dingin AS-Rusia
Foto: republika
Perang Dingin AS-Rusia

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Kelompok bipartisan sentor Amerika Serikat (AS) memperkenalkan rancangan undang-undang (RUU) untuk memberlakukan sanksi ekonomi baru terhadap Rusia. Sanksi tersebut diberikan atas dugaan keterlibatan Rusia dalam pilpres AS tahun 2016 dan agresi Moskow terhadap Ukraina.

RUU itu diperkenalkan Senator Republik Lindsey Graham dan Senator Demokrat Bob Menendez serta anggota lain dari Komite Hubungan Luar Negeri Senat AS. RUU tersebut dilaporkan berisi sanksi yang lebih keras terhadap Rusia.

Sasaran sanksi akan mencakup Bank Rusia yang mendukung upaya intervensi dalam pemilu luar negeri. Juga sektor siber negara, dan individu yang dianggap memfasilitasi kegiatan terlarang serta korup, secara langsung atau tidak langsung, atas nama Presiden Rusia Vladimir Putin.

RUU itu juga akan memberlakukan beberapa langkah tegas pada sektor minyak dan gas Rusia. Sektor itu diketahui menyumbang 40 persen dari pendapatan Pemerintah Rusia. Individu yang menyediakan barang, jasa, atau pembiayaan untuk mendukung pengembangan minyak mentah di negara itu pun akan turut disanksi oleh AS.

Tak hanya di dalam negeri, Senat AS membidik pula proyek-proyek energi Rusia di luar negeri, termasuk investasi proyek gas alam cair. Dengan RUU tersebut, Presiden AS Donald Trump akan didesak untuk meningkatkan responsnya atas dugaan keterlibatan Rusia dalam pilpres AS dan agresinya terhadap Ukraina. Trump diketahui sempat enggan menindak keras Rusia atas dua isu tersebut.

Penasihat khusus AS Robert Mueller diketahui sedang menjalani penyelidikan dugaan campur tangan Rusia dalam pilpres AS tahun 2016. Dia juga diselidiki atas kemungkinan kolusi antara tim kampanye Trump dan Moskow.

"Kelumpuhan yang disengaja Presiden Trump dalam menghadapi agresi Kremlin telah mencapai titik didih di Kongres," ujar Menendez pada Rabu (13/2). Gedung Putih belum merespons tentang terbitnya RUU itu.

Kendati demikian, perusahaan-perusahaan energi global, seperti BP, Shell, dan ENI, kemungkinan akan menentang RUU tersebut. Perusahaan-perusahaan yang berbasis di AS, termasuk Exxon Mobil Corp dan Chevron Corp diprediksi akan melakukan hal serupa.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement