Sabtu 24 Mar 2018 18:28 WIB

AS Tuntut Sembilan Warga dan Satu Perusahaan Iran

Mereka diduga melakukan peretasan atas nama pemerintah Iran

Rep: Fuji Pratiwi/ Red: Esthi Maharani
Peretasan. Ilustrasi
Foto: PC World
Peretasan. Ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID,  WASHINGTON -- Amerika Serikat (AS) mengumumkan tuntutan tindak kriminal terhadap sembilan warga Iran dan sebuah perusahaan Iran atas upaya meretas ratusan univesitas di seluruh dunia, puluhan perusahaan, dan sebagian instansi pemerintah AS termasuk regulator energi. Mereka diduga melakukan peretasan atas nama Pemerintah Iran.

Kementerian Hukum AS menjelaskan, serangan siber itu setidaknya berlangsung sejak 2013. Para terduga mencuri data akademik sebesar 31 terabit dan properti intelektual dari 144 universitas di AS dan 176 universitas di 21 negara lain. AS menuding aksi ini adalah peretasan terbesar yang pernah disponsori sebuah negara, demikian dilansir Reuters, Jumat (23/3).

Departemen Keuangan AS menyatakan pihak mereka tengah menyiapkan sanksi terhadap sembilan terduga dan Mabna Institute yang AS sebut membantu pencurian informasi tersebut.

''Mereka sekarang masuk dalam daftar pencarian orang,'' kata Deputi Jaksa Agung AS Rod Rosenstein. Rosenstein menyatakan mereka bisa diekstradisi dari lebih 100 negara jika kedapatan kabur dari Iran.

Para terduga sendiri tak secara langsun dituduh bekerja untuk Pemerintah Iran. Mereka dituntut atas tindak kriminal dengan dibayar melalui Mabna Institute atas nama pasukan elit Iran, Kops Keamanan Revolusioner Islam. Sejauh ini, belum ada respons dari Tehran melalui kantor berita mereka atas kasus ini.

Pemerintah AS menyatakan, para terduga menyasar lebih dari 100 ribu surel para guru besar di seluruh dunia. Para terduga juga disebut menyasar sistem Departemen Tenaga Kerja AS, Komisi Regulasi Energi Federal AS, markas PBB, dan sisem komputer negara bagian Hawaii dan Indiana.

Langkah ini adalah bagian upaya pejabat senior kemanan siber AS di Gedung Putih dan pemerintahan untuk menyalahkan negara lain atas upaya peretasan. Departemen Hukum AS juga memperingatkan perusahaan penyedia layanan digital untuk mengantisipasi serangan siber dari Iran. Penyerangan ini dapat mengganggu transaksi perdagangan dan komunikasi.

Tuntutan Pemerintahan Trump atas serangan siber ini adalah kali ke empat dalam beberapa bulan belakangan ini. Hal semacam ini terbilang relatif jarang terjadi di era kepresidenan Barack Obama.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement