Rabu 06 Jun 2018 10:36 WIB

Muslim AS ke Trump: Kami Perlu Dihormati, Bukan Diberi Makan

Sejumlah Muslim AS menolak menghadiri buka bersama yang digelar Gedung Putih.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Donald Trump
Foto: EPA/ERIK S. LESSER
Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Gedung Putih akan menjadi tuan rumah acara buka puasa bersama pertama di bawah kepemimpinan Presiden AS Donald Trump, pada Rabu (6/6). Namun bagi sebagian Muslim AS, acara tersebut bagaikan adegan-adegan ada di film horor.

Sekretaris pers Gedung Putih Sarah Huckabee Sanders mengatakan, sebanyak 30 hingga 40 orang telah diundang dalam acara buka puasa itu. Pejabat pemerintahan Trump belum merilis daftar tamu dan belum mengungkapkan banyak rincian tentang acaranya.

Tapi, ada satu hal yang nampak jelas, yaitu banyaknya Muslim AS yang tampak skeptis dengan acara Trump itu. Terlebih Trump selalu memberikan retorika yang tajam terhadap Muslim dan agama minoritas lainnya di AS.

"Kami tidak membutuhkan makan malam untuk berbuka puasa. Sebaliknya, kami perlu mendapatkan rasa hormat yang sangat layak. Jangan memberi kami makan sambil menikam kami," kata Imam Yahya Hendi, ulama Muslim di Georgetown University.

Hendi menghadiri acara buka puasa bersama di Gedung Putih pada 2009, ketika Presiden Barack Obama masih menjabat. Akan tetapi tahun ini ia mengaku tidak akan diundang. Sama seperti banyak tokoh Muslim terkemuka lainnya yang dihubungi oleh CNN, dan mengatakan tidak akan hadir jika diundang.

"Saya tidak diundang ke iftar (buka puasa) di Gedung Putih, tetapi saya tidak akan hadir jika saya diundang. Menghadiri acara itu, terlebih di bulan suci, sangat tidak pantas dalam pandangan saya karena akan tampak menormalkan perilaku pemerintahan ini," kata Dalia Mogahed, direktur penelitian di Institute for Social Policy and Understanding.

Tak sedikit Muslim AS menilai, acara buka puasa bersama Trump lebih diarahkan untuk menenangkan sekutu negara Muslim di luar negeri.

Sementara itu, Council on American-Islamic Relations (CAIR) berencana untuk mengadakan acara "NOT Trump's Iftar" di luar Gedung Putih, saat acara utama berlangsung di dalamnya. Namun juru bicara Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan untuk mengomentari acara tersebut.

Hillary Clinton memulai tradisi modern buka puasa bersama tahunan di Gedung Putih pada 1996. Tak lama setelah serangan teroris 11 September di New York dan Washington pada 2001, Presiden George W. Bush juga mencoba memadamkan ketegangan agama dengan memuji Islam.

Presiden Barack Obama yang dianggap sebagai sekutu oleh banyak Muslim Amerika, bahkan sempat mendapatkan kritikan karena menyelenggarakan acara buka puasa bersama di Gedung Putih.

"Ada debat yang sehat setiap tahun selama ini ketika Obama menjadi presiden. Dan dia adalah presiden yang cukup baik," kata Dilshad Ali, editor pelaksana di Patheos.com, sebuah situs agama.

Namun terkait Trump, kata Ali, adalah cerita lain. "Saya tidak kenal siapa pun yang akan pergi ke acara iftar ini. Cukup jelas umat Islam bukanlah komunitas yang dicari oleh Trump," ungkapnya.

Baca juga,  Trump Tolak Minta Maaf Setelah Larang Muslim Masuk AS.

Selama kampanye kepresidenannya, Trump telah membuat marah banyak Muslim Amerika dengan membuat pernyataan kontroversial seperti "Saya pikir Islam membenci kita". Ia juga berjanji untuk melarang imigrasi dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim sementara sebagai tindakan kontraterorisme.

Menurut Survei Pew Research Center pada 2017, 74 persen Muslim Amerika mengatakan Trump tidak ramah terhadap komunitas mereka. Dua pertiganya mengatakan Trump membuat Muslim merasa khawatir. Hanya 8 persen Muslim Amerika yang memilih Trump.

Omar Noureldin, wakil presiden dan juru bicara Muslim Public Affairs Council, mengatakan berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, tidak seorang pun dari organisasinya yang diundang ke acara buka puasa bersama di Gedung Putih kali ini. Walaupun ia mengaku akan menolak jika diundang.

Bagi banyak Muslim Amerika, memutuskan untuk menghadiri acara Trump atau tidak adalah pertanyaan yang relatif mudah. Namun pertanyaan yang lebih sulit untuk dijawab adalah, siapa yang akan datang?

Banyak pihak berasumsi, seperti tahun-tahun sebelumnya, daftar tamu akan diisi dengan pejabat Kabinet dan diplomat asing, terutama dari negara-negara berpenduduk mayoritas Muslim. Akan tetapi, tidak ada yang tahu pasti.

"Ini untuk duta besar negara Muslim dan beberapa anggota kabinet," kata Sajid Tarar, yang memimpin kelompok "American Muslims for Trump", yang juga tidak diundang Gedung Putih.

 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement