Senin 01 Oct 2018 09:35 WIB

Ilmuwan Asing Terkejut Besarnya Gelombang Tsunami Palu

Para ilmuwan yakin bisa menemukan pengetahuan yang baru.

Suasana jembatan kuning yang ambruk akibat gempa dan tsunami di Palu, Sulawesi Tengah, Sabtu (29/9).
Foto:
Petugas Basarnas membawa korban selamat gempa dan tsunami yang terjebak di dalam restoran Dunia Baru, Palu, Sulawesi Tengah, Ahad (30/9).

Di Palu, jenis patahan gempa berbeda. Gempa pada Jumat juga kerap disebut strike slip fault, artinya pergerakan bumi secara garis besar bersifat horizontal. Pergerakan semacam ini biasanya tak menyebabkan tsunami. "Tapi dalam kondisi tertentu memungkinkan," ujar Patton.

Strike slip fault di Palu kemungkinan juga memiliki gerakan vertikal yang bisa memicu pergerakan air laut. Bisa juga, zona patahan yang bergerak di sepanjang 70 mil kemungkinan melewati area di mana dasar laut naik dan turun.  Sehingga ketika patahan bergerak saat terjadi gempa mendorong air laut di depannya.

Kemungkinan lain, tsunami terjadi secara tidak langsung. Artinya, gempa membuat longsoran di bawah laut yang bisa menimbulkan gelombang tsunami. Namun situasi semacam ini sangat jarang. Beberapa kasus terjadi selama gempa bumi berkekuatan 9,2 skala richter di Alaska pada 1964.

Menurut Dr. Patton kombinasi di antara kemungkinan di atas dapat juga menyebabkan tsunami di Palu. Studi tentang dasar laut, menjadi bagian penting untuk memahami peristiwan ini. "Kita tak akan tahu penyebabnya sampai semua berakhir," katanya.

Tsunami juga bisa dipengaruhi oleh letak Palu yang berada di ujung Teluk yang sempit. Garis pantai dan kontur bagian bawah pesisir kemungkinan dapat memicu pemfokusan gelombang energi yang mengarah ke ujung Teluk. Sehingga gelombang semakin tinggi ketika mendekati pesisir. 

Profesor di Universitas Pittsburg, Lousie Comfort, menuturkan, Indonesia saat ini hanya menggunakan seismograf, GPS dan alat pengukur surut untuk mendeteksi tsunami. Alat-alat itu, kata ia, sangat terbatas kemampuannya.

Di AS, kata ia, National Oceanic dan Atmospheric Administration memiliki 39 sensor di bawah laut yang dapat mendeteksi tekanan indikator tsunami. Data itu kemudian langsung dikiriman via satelit lalu dianalisis. Jika ada indikasi tsunami, pesan peringatan langsung dikirimkan.

Di Indonesia, kata Comport, sebetulnya punya. Ada 22 sensor yang memiliki kemampuan serupa. Namun sudah lama tak digunakan karena kurang dirawat atau dirusak.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement