Kamis 22 Nov 2018 14:28 WIB

AS Serukan Pembicaraan Damai Konflik Yaman

Perang Yaman meletus pada 2014 dan telah mewaskan 10 ribu orang.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Suasana kota tua Sanaa, Yaman, setelah berkecamuk perang.
Foto: Reuters
Suasana kota tua Sanaa, Yaman, setelah berkecamuk perang.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Pemerintah Amerika Serikat (AS) kembali menyerukan semua pihak yang terlibat konflik Yaman menghentikan tindakan permusuhan. Washington menilai, sekarang adalah waktu yang tepat untuk melakukan pembicaraan damai.

"Saatnya untuk pembicaraan langsung dan membangun rasa saling percaya," kata juru bicara Departemen Luar Negeri AS Heather Nauert dalam sebuah pernyataan pada Rabu (21/11).

Nauert meminta semua pihak yang terlibat dalam konflik Yaman mendukung Utusan Khusus PBB untuk Yaman Martin Griffiths. "Kami menyambut pernyataan utusan khusus PBB (untuk Yaman) bahwa kelompok Houthi dan Pemerintah Republik Yaman berkomitmen menghadiri konsultasi di Swedia, kami menyerukan kepada para pihak untuk menindaklanjuti komitmen tersebut," ujarnya.

Menurutnya, semua pihak tidak boleh lagi menunda proses pembicaraan. "Kami mendorong semua petempur mematuhi pernyataan mereka yang menyatakan komitmen untuk menghentikan permusuhan dan meminta pihak-pihak terkait tidak menggunakan periode gencatan senjata untuk memperkuat posisi militer, menanam ranjau, atau dengan cara apa pun meningkatkan konflik," kata Nauert.

AS pun menyerukan agar pelabuhan Hodeida diserahkan kepada pihak netral. Hal itu penting dilakukan guna mempercepat proses distribusi bantuan kemanusiaan. Dengan demikian Yaman dapat mengatasi krisis kemanusiaannya yang kian memburuk.

"Sudah waktunya untuk mengakhiri konflik ini, mengganti konflik dengan kompromi, dan biarkan rakyat Yaman untuk sembuh melalui perdamaian serta rekonstruksi," ujar Nauert.

Perang Yaman meletus pada 2014, tepatnya ketika pemberontak Houthi melancarkan serangan dan menguasai Ibu Kota Yaman Sanaa. Pada 2015, koalisi militer yang dipimpin Arab Saudi melakukan intervensi guna mendukung pemerintahan Presiden Abed Rabbo Mansour Hadi yang diakui secara internasional.

Intervensi militer juga dilakukan karena koalisi Saudi menilai kelompok Houthi sebagai ancaman. Riyadh menuding Houthi memperoleh sokongan dari Iran.

Sejak melakukan agresi ke Yaman, koalisi Saudi telah memberlakukan blokade parsial terhadap pelabuhan Hodeida. Saudi mengklaim hal itu dilakukan agar pengiriman senjata Iran ke Houthi dapat dihentikan. Iran telah menyangkal bahwa mereka memasok senjata untuk Houthi.

Blokade yang diberlakukan Saudi terhadap pelabuhan Hodeida berimbas pada terhambatnya penyaluran bantuan kemanusiaan ke Yaman. Hal itu mengakibatkan Yaman kian terpuruk dalam krisis kemanusiaan.

Perang Yaman telah menyebabkan hampir 10 ribu orang terbunuh. Konflik itu pun telah memaksa sekitar 3 juta penduduknya mengungsi.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement