Jumat 14 Dec 2018 10:20 WIB

Senat AS Akhiri Dukungan ke Saudi dan Sebut MBS Bersalah

Senator kecewa terhadap pemerintahan Trump yang justru mendukung Pangeran MBS.

Rep: Fira Nursya'bani/ Red: Teguh Firmansyah
Kondisi wilayah di Sanaa, Yaman, akibat perang antara milisi Houthi dan pendukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.
Foto: Reuters
Kondisi wilayah di Sanaa, Yaman, akibat perang antara milisi Houthi dan pendukung Presiden Abd-Rabbu Mansour Hadi.

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Senat AS menggelar pemungutan suara pada Kamis (13/12) untuk menarik dukungan militer AS terhadap Arab Saudi dalam Perang Yaman. Resolusi kedua yang dihasilkan dari pemungutan suara itu juga menyatakan Putra Mahkota Saudi Muhammad bin Salman bersalah atas pembunuhan jurnalis Saudi, Jamal Khashoggi.

Untuk pertama kalinya setiap kamar dari Kongres AS setuju untuk menarik pasukan AS dari konflik militer di bawah 1973 War Powers Act.  Resolusi mendapat mayoritas dukungan di Senat dengan perolehan suara 56-41 itu.

Meski demikian, resolusi ini hanya dilihat sebagai sesuatu yang simbolis dan tampaknya tidak akan diubah menjadi undang-undang. Resolusi kekuatan perang yang tidak mengikat ini menyerukan kepada Presiden Trump untuk menarik semua pasukan AS yang terlibat dalam Perang Yaman, kecuali pasukan yang memerangi kelompok teroris.

Senat dengan suara bulat juga mengeluarkan resolusi yang menyalahkan Pangeran MBS atas pembunuhan Khashoggi pada Oktober lalu. Senat bersikeras kerajaan Saudi harus meminta pertanggungjawabannya.

AS telah memutuskan untuk menghentikan pengisian bahan bakar pesawat perang Saudi bulan lalu. Resolusi kali ini jika akhirnya disahkan menjadi undang-undang, akan melarang praktik itu seterusnya.

Senator independen Vermont, Bernie Sanders, yang ikut mendukung langkah tersebut, telah memuji hasil pemungutan suara. "Hari ini kami mengatakan kepada Pemerintah Arab Saudi bahwa kami tidak akan menjadi bagian dari petualangan militer mereka," kata Sanders, dikutip BBC.

Dia menggambarkan hasil pemungutan suara itu sebagai sinyal untuk dunia bahwa AS tidak akan terus menjadi bagian dari bencana kemanusiaan terburuk di muka bumi. Kedua resolusi tersebut mengirim pesan yang kuat bahwa bagi mayoritas senator, status quo dengan Arab Saudi tidak lagi dapat diterima.

Mereka menghargai hubungan strategis kedua negara, tetapi sangat tidak nyaman dengan kepemimpinan Pangeran MBS Mereka melihat Arab Saudi semakin banyak melakukan intervensi asing, terutama dalam perang di Yaman.

Pembunuhan Khashoggi

Kasus pembunuhan Khashoggi secara dramatis meningkatkan dukungan senator terhadap resolusi untuk menarik dukungan militer AS terhadap Saudi di Yaman. Banyak senator melihat pembunuhan Khashoggi sebagai tindakan luar biasa dari sekutu AS yang merasa kebal dari teguran.

Mereka kecewa ketika Pemerintah AS justru masih mendukung Pangeran MBS tanpa mengecam, meskipun CIA menyimpulkan dia mungkin telah memerintahkan pembunuhan itu.

Presiden Trump telah berjanji untuk memveto resolusi itu dan resolusi tidak mungkin bisa disahkan oleh House of Representatives saat ini. Namun Senator Sanders berharap resolusi itu bisa lolos setelah Partai Demokrat secara resmi mengambil alih kendali House pada Januari mendatang, setelah meraih kemenangan di pemilu jangka menengah.

Pemerintahan Trump berpendapat, resolusi itu akan melemahkan dukungan AS untuk pasukan koalisi yang dipimpin Saudi yang sedang melawan pemberontak Houthi, yang didukung Iran di Yaman.

Sebelumnya, pihak yang bertikai di Perang Yaman telah melakukan pertemuan di Swedia. Mereka setuju untuk mengadakan gencatan senjata di kota pelabuhan Hodeidah, titik masuk utama untuk bantuan dan impor makanan.

Setelah kesepakatan tercapai, para perunding untuk kedua belah pihak berjabat tangan, meskipun mereka kemudian menyatakan skeptisisme.

Sekretaris Jenderal PBB, Antonio Guterrer berharap ini akan menjadi titik awal untuk mengakhiri pertempuran yang telah berlangsung selama hampir empat tahun di Yaman.

Sejak permusuhan dimulai pada 2014, ribuan warga sipil telah tewas, dan sekitar 14 juta orang telah didorong ke jurang kelaparan. Arab Saudi yang turut melakukan intervensi, membeli sebagian besar senjatanya dari AS, Inggris, dan Prancis.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement