Kamis 28 Mar 2019 12:04 WIB

Facebook akan Blokir Konten Supremasi Kulit Putih

Facebook melarang ujaran kebencian dari nasionalis dan separatis kulit putih.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Facebook
Foto: EPA
Facebook

REPUBLIKA.CO.ID, SAN FRANCISCO -- Facebook akan melarang penyebaran ujaran kebencian yang mempromosikan dan mendukung nasionalis dan separatis kulit putih. Sebelumnya, perusahaan teknologi asal Amerika Serikat (AS) itu masih memperbolehkan konten-konten tersebut tampil di layanan mereka walaupun sudah lama memblokir konten supremasi kulit putih.

Pada Rabu (27/3), jaringan sosial tersebut mengatakan sebelumnya mereka tidak memblokir konten nasionalis dan separatis kulit putih karena luasnya pemahaman tentang nasionalisme dan separatisme, seperti kebanggaan Amerika atau separatisme Basque yang masih diperbolehkan.

Baca Juga

Kelompok hak sipil dan akademis menyebut pandangan Facebook tentang nasionalisme dan separtisme kulit putih 'salah arah'. Mereka juga sudah lama menekan Facebook mengubah sikap.

Facebook akhirnya memutuskan untuk memblokir konten-konten tersebut setelah berbulan-bulan 'berdiskusi' dengan kelompok hak sipil dan akademisi. Hasil diskusi tersebut menyatakan nasionalisme dan separatisme kulit putih tidak bisa sepenuhnya dipisahkan dari supremasi kulit putih dan organisasi kebencian.

"(Kami) telah membawa isu ini ke level tertinggi Facebook dan (menggelar) sejumlah rapat kerja dengan para staf sebagai usaha kami mencoba membawa mereka ke tempat yang benar," kaa presiden dan direktur eksekutif Komite Pengacara untuk Hak Sipil Dibawah Undang-undang Kristen Clarke, Kamis (28/3).

Facebook mengatakan telah berkerja selama tiga bulan sebelum memutuskan memblokir konten-konten nasionalisme dan separatisme kulit putih. Tapi, keputusan tersebut muncul tiga pekan pasca-penembakan di Selandia Baru. Penembakan massal yang menewaskan 50 orang itu disiararkan secara langsung melalui Facebook. Perusahaan Silicon Valley tersebut mendapat hujan kritikan atas hal itu.

"Keputusan ini sudah lama tertentu karena negara-negara terus berurusan dengan cengkraman kebencian dan meningkatnya kekerasan supremasi kulit putih," kata Clarke. 

Pada Rabu kemarin, seorang laki-laki yang dinyatakan bersalah menabrakkan mobil dalam unjuk rasa Charlottesville, Virginia pada 2017 lalu. Laki-laki dinyatakan telah melakukan pembunuhan. Sejak serangan 2017 itu Facebook mulai mempertegas sikap mereka terhadap akun yang menyebarkan kekerasan dan kebencian.

Namun ternyata hal itu tidak cukup. Facebook ingin melakukan sesuatu yang lebih luas lagi.

Orang-orang yang mencari kata-kata yang asosiasi dengan supremasi kulit putih di Facebook akan langsung diarahkan ke kelompok yang bernama Life After Hate. Sebuah kelompok yang didirikan mantan ekstremis kulit putih yang ingin membantu orang-orang keluar dari lingkar kekerasan ekstrem kanan.

Clarke mengatakan pemahaman supremasi kulit putih berbeda dengan nasionalisme dan separatisme kulit putih salah kaprah. "Berjarak tanpa perbedaan," katanya.

Ia mengatakan penembakan di Selandia Baru menjadi pengingat mengapa sektor teknologi memiliki peran yang besar. Mereka dapat mencegah orang melakukan aktivitas kekerasan supremasi kulit putih.

Sejak tahun lalu presiden organisasi Color of Change yang bergerak di isu rasialisme, Rashad Robinson sudah memperingatkan Facebook tentang tumbuhnya supremasi kulit putih di layanan mereka. Ia senang dengan pengumuman Facebook ini.

"Perubahan langkah Facebook harus menggerakan Twitter, Youtube, dan Amazon untuk segera bertindak membendung ideologi nasionalis kulit putih, yang mana memiliki ruang di layanan mereka untuk menyebarkan ide kekerasan dan retrorika yang mengilhami tragedi penembakkan yang dapat disaksikan di Charlottesville, Pittsburgh, dan sekarang Christchurch," kata Robinson.

Saat ini, Twitter tidak memblokir nasionalis dan separatis kulit putih meski kebijakan mereka melarang mempromosikan kekerasan dan ancaman terhadap ras, gender, agama, dan kategori lainnya yang dilindungi. Twitter juga melarang penggunaan 'gambar atau simbol kebencian' di foto profil atau header mereka.

Youtube juga memblokir pidato kebencian di layanan mereka. Mereka mengatakan menghapus konten yang mempromosikan kebencian dan kekerasan terhadap kategori yang sama dengan Twitter. 

Amazon memiliki kebijakan 'produk ofensif' yang memblokir produk yang menyebarkan atau menyanjung kebencian, kekerasan rasial atau jenis kelamin, dan intoleransi agama. Ketiga perusahaan tersebut belum menanggapi permintaan komentar.

Dewan khusus Muslim Advocates yang bergerak di isu anti-Muslim, Madihha Ahussain mengatakan sekarang yang perlu diketahui bagaimana Facebook mendefinisikan konten nasionalis dan separatis kulit putih serta bagaimana mereka menerapkan peraturan tersebut.

"Sekarang, pertanyaannya adalah; bagaimana Facebook menginterpretasi dan menegakan kebijakan baru untuk mencegah tragedi seperti serangan di dua masjdi Christchurch," katanya.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement