Kamis 04 Apr 2019 09:51 WIB

Trump Didesak Jatuhi Sanksi Ketua Partai Komunis Xinjiang

Ketua Partai Komunis Xinjiang dianggap terlibat melanggar HAM.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, antre makan siang di kantin saat jam istirahat, Jumat (3/1/2019).
Foto: Antara/M Irfan Ilmie
Para peserta didik kamp pendidikan vokasi etnis Uighur di Kota Kashgar, Daerah Otonomi Xinjiang, Cina, antre makan siang di kantin saat jam istirahat, Jumat (3/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON – Kelompok bipartisan parlemen Amerika Serikat (AS) mendesak pemerintahan Donald Trump untuk segera menjatuhkan sanksi kepada Ketua Partai Komunis Xinjiang Chen Quanguo. Dia dianggap terlibat dalam pelanggaran hak asasi manusia (HAM) di wilayah yang dipimpinnya.

Sebanyak 40 anggota parlemen yang dipimpin Senator Marco Rubio dan Perwakilan AS Chris Smith dari Partai Republik serta Senator Bob Menendez dan Perwakilan James McGovern dari Partai Demkorat, telah mengirim surat kepada penasihat utama Trump. Dalam surat tersebut mereka menyalahkan pemerintah karena sejauh ini gagal menjatuhkan sanksi kepada Cina atas dugaan pelanggaran HAM terhadap minoritas Muslim di Xinjiang.

Baca Juga

“Kami kecewa dengan kegagalan pemerintah sejauh ini untuk menjatuhkan sanksi yang terkait dengan pelanggaran HAM sistemis dan mengerikan yang sedang berlangsung di Xinjiang,” kata mereka dalam suratnya.

Mereka mengaku menyambut kecaman dan kutukan Wakil Presiden AS Mike Pence atas dugaan pelanggaran HAM terhadap Muslim minoritas di Xinjiang. “(Tapi) kata-kata saja tidak cukup,” ujarnya.

Surat yang turut dikirim kepada Menteri Luar Negeri Mike Pompeo, Menteri Keuangan Steven Mnuchin, dan Menteri Perdagangan Wilbur Ross, mendesak agar mereka agar segera menjatuhkan sanksi kepada Ketua Partai Komunis Xinjiang Chen Quanguo bersama anggota politbiro, dan pejabat Cina lainnya yang terlibat dalam pelanggaran HAM.

Mereka meminta pemerintahan Trump menerapkan sanksi berdasarkan Global Magnitsky Act. Undang-undang federal itu memperbolehkan Pemerintah AS membidik pelaku pelanggaran HAM di seluruh dunia dengan membekukan asetnya, larangan bepergian, termasuk berbisnis dengan orang Amerika. Belum ada tanggapan dari pemerintahan Trump terkait desakan kelompok bipartisan parlemen AS tersebut. 

Pemerintah Cina telah menghadapi tekanan internasional karena dituding menahan lebih dari 1 juta Muslim Uighur di kamp-kamp konsentrasi di Xinjiang. Tak hanya menahan, Beijing disebut melakukan indoktrinasi terhadap mereka agar mengultuskan Presiden Cina Xi Jinping dan Partai Komunis Cina.

Pemerintah Cina telah membantah tuduhan tersebut. Menurutnya, apa yang dibangun di Xinjiang adalah pusat reedukasi dan pelatihan vokasi. Cina mengklaim kehadiran pusat tersebut penting untuk menghapus kemiskinan di Xinjiang.

Beijing pun mengklaim bahwa para peserta telah menandatangani perjanjian untuk menerima pelatihan vokasi tersebut. Namun banyak pihak meragukan klaim Cina. Hal itu terutama disebabkan keengganan Cina memberi kemudahan akses bagi dunia internasional untuk berkunjung ke Xinjiang.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement