Senin 08 Apr 2019 11:23 WIB

AS Desak Operasi Militer di Libya Segera Dihentikan

Tentara Nasional Libya memasuki Ibu Kota Tripoli.

Tentara menjaga Kota Tripoli, Libya. (ilustrasi)
Foto: EPA-EFE/STRINGER
Tentara menjaga Kota Tripoli, Libya. (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, WASHINGTON -- Amerika Serikat mendesak operasi militer di Libya segera dihentikan, Ahad (7/4). Tentara Nasional Libya pimpinan Khalifa Haftar telah memasuki Ibu Kota Tripoli.

Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo dalam pernyataan mengatakan Washington sangat prihatin atas pertempuran di dekat Tripoli dan mendesak digelarnya pembicaraan guna menghentikan pertempuran. "Kami menentang serangan militer oleh pasukan Khalifa Haftar dan mendesak operasi militer terhadap ibu kota Libya segera dihentikan," kata Pompeo mendesak de-eskalasi.

Baca Juga

Sebanyak 11 orang tewas dan 23 lainnya terluka akibat bentrokan di Tripoli selatan, demikian keterangan Kementerian Kesehatan Pemerintah Kesepakatan Nasional (GNA) yang didukung PBB, Ahad sore. Kementerian tidak menyebutkan apakah korban tewas berasal dari pihak sipil atau pejuang.

Sejak lengsernya Muammar Gaddafi pada 2011 di tangan gerilyawan yang didukung serangan udara NATO, Libya menjadi titik transit ratusan ribu migran yang menjelajah melintasi Sahara. Mereka berharap dapat menyeberangi Laut Tengah untuk mencapai Eropa.

Haftar, yang mengakui dirinya sebagai musuh ekstremis, namun dianggap oposisi sebagai diktator baru cetakan Gaddafi, menikmati dukungan Mesir dan Uni Emirat Arab. Mereka melihat panglima berusia 75 tahun itu sebagai benteng melawan ekstremis dan mendukungnya secara militer, menurut sejumlah laporan PBB.

Penduduk mengatakan pasukan Haftar melancarkan serangan udara di selatan Tripli pada Ahad dan memasuki pusat kota. Serangan, yang dilancarkan pekan lalu, meningkatkan perebutan kekuasaan yang telah memecah negara penghasil minyak dan gas tersebut. Pertempuran itu mengejutkan PBB dan mengacaukan rencana menemukan kesepakatan dalam strategi pemilu guna menyudahi ketidakstabilan berkepanjangan di Libya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement