Rabu 24 Apr 2019 09:24 WIB

UE: Keputusan AS Soal Minyak Iran Rusak Kesepakatan Nuklir

AS mengakhiri pengecualian sanksi bagi negara-negara pengimpor minyak Iran.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Ani Nursalikah
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump
Foto: AP Photo/Susan Walsh
Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Langkah AS mengakhiri pengecualian sanksi bagi negara-negara pengimpor minyak Iran menuai kecaman. Kecaman juga datang dari Uni Eropa karena langkah AS itu dinilai bisa merusak implementasi Rencana Aksi Komprehensif Bersama (JCPOA).

Juru Bicara Urusan Luar Negeri dan Kebijakan Keamanan Uni Eropa, Maja Kocijancic menuturkan, Uni Eropa menyesalkan keputusan AS menghentikan pengecualian sanksi beberapa negara yang mengimpor minyak Iran. Menurutnya, ini dapat merusak kesepakatan nuklir.

Baca Juga

"Kami sesali keputusan AS tidak melanjutkan pengecualian sanksi tersebut. Ini berisiko merusak implementasi JCPOA. Dan kami sebagai Uni Eropa akan terus mematuhi JCPOA selama Iran terus mengimplementasikan komitmennya secara efektif terkait nuklir," kata dia dilansir di Sputnik News, Rabu (24/4).

Senin kemarin waktu setempat, AS mengumumkan keputusan mengakhiri pengecualian sanksi bagi negara-negara yang membeli minyak Iran. Ini dilakukan sebagai bagian dari upaya AS menekan Iran secara maksimal dengan tujuan membuat pendapatan Iran dari minyak menurun sampai nol.

Pemerintah AS menyebutkan pengecualian sanksi itu akan berakhir pada 2 Mei mendatang. Tanggal berakhirnya ini tepat setahun setelah Presiden AS Donald Trump secara sepihak menarik diri dari kesepakatan nuklir.

Ada delapan negara pengimpor minyak Iran yang mendapat pengecualian sanksi selama ini. Delapan negara itu Turki, Cina, Yunani, India, Italia, Jepang, Korea Selatan, dan Taiwan. Turki mengecam langkah AS mengakhiri keringanan sementara ini karena membahayakan rakyat Iran dan justru menutup ruang perdamaian.

Iran pun akan segera mengambil langkah-langkah yang strategis. Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Iran, Abbas Mousavi mengatakan bakal melakukan konsultasi dengan beberapa negara terkait keputusan AS tersebut.

November 2018 lalu, Presiden AS Donald Trump memberlakukan kembali sanksi terhadap negara eksportir minyak, Iran. Ini dilakukan setelah AS menarik diri dari kesepakatan nuklir Iran 2015. Alasan penarikan diri ini karena menganggap kesepakatan tersebut tidak membuat Iran menghentikan pengembangan misilnya.

Pemerintah AS kemudian memberikan pengecualian sanksi sementara selama 180 hari, yang disebut Pengecualian Pengurangan Signifikan (SRE). SRE diberikan kepada delapan negara untuk membantu mereka menghentikan pasokan minyak Iran.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement