Selasa 25 Jun 2019 13:04 WIB

Cina Diduga Lakukan Peretasan Global untuk Spionase

Serangan siber menyasar perusahaan-perusahaan telekonomi global.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Hacker (ilustrasi)
Foto: pixabay
Hacker (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Peretas membobol sistem perusahaan-perusahaan telekomunikasi global. Mereka mengambil data pribadi dan perusahaan. Para peneliti dari perusahaan keamanan siber mengatakan mereka mengidentifikasi serangan tersebut terkait dengan kampanye spionase siber Cina sebelumnya. 

Para penyidik dari perusahaan keamanan Cybereason mengatakan serangan itu membahayakan perusahaan-perusahaan di 30 negara lebih. Tujuannya untuk mengumpulkan informasi orang-orang di pemerintahan, penegak hukum, dan politik. 

Baca Juga

Direktur Utama Cybereason Lior Div mengatakan para perentas juga menggunakan alat yang terhubung dengan serangan yang menurut Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya dilakukan oleh Cina. Div yakin serangan tersebut bukan dilakukan sekelompok kriminal. 

"Untuk tingkat kecanggihan seperti ini bukan dilakukan oleh kelompok kriminal, ini pemerintah yang memiliki kemampuan untuk melakukan serangan semacam ini," kata Div, Selasa (25/6). 

Cina berulang kali membantah terlibat dalam berbagai aktivitas perentasan. Cybereason menolak menyebutkan nama perusahaan atau tempat mereka beroperasi. Tapi beberapa orang yang mengetahui tentang operasi perentasan Cina mengatakan Beijing meningkatkan serangan ke perusahaan-perusahaan telekomunikasi di Eropa Barat. 

Negara-negara Barat sudah bergerak memprotes Beijing atas aksi mereka di dunia siber. Mereka memperingatkan perentas Cina telah membahayakan perusahaan dan badan pemerintah di seluruh dunia dengan mencuri rahasia dagang dan data pribadi untuk tujuan spionase. 

Div mengatakan dalam serangan yang tim temukan selama sembilan bulan terakhir telah membahayakan jaringan Teknologi Informasi (IT) beberapa sasarannya. Para perentas mengubah infrastruktur dan mencuri data dalam jumlah besar. 

Di beberapa kasus para perentas membahayakan seluruh direktori aktif, membuat mereka mengakses nama dan password organisasi yang mereka serang. Cybereason  mengatakan para perentas juga menyimpan data pribadi termasuk informasi tagihan dan rekaman percakapan. 

"Mereka membangun lingkungan spionase yang sempurna, mereka mengambil informasi dari sasaran yang menarik mereka sesukanya," kata Div, seorang mantan komandan intelijen militer Israel. 

Cybereason mengatakan para perentas menggunakan alat yang sebelumnya digunakan kelompok perentas Cina yang dikenal dengan nama APT10. AS sudah mendakwa dua anggota APT10 pada bulan Desember lalu. 

Negeri Paman Sam bergabung dengan negara-negara Barat lainnya yang mengecam serangan yang dilancarkan kelompok tersebut ke penyedia layanan teknologi. APT10 dianggap mencuri kekayaan intelektual perusahaan-perusahaan teknologi tersebut. 

Dalam kesempatan sebelumnya Cybereason mengatakan sudah mengidentifikasi serangan itu diduga datang dari Cina atau Iran. Tapi mereka tidak pernah cukup yakin untuk menyebutkan nama negara-negara itu. 

"Pada kali ini dengan membandingkan serangan di masa lalu kami yakin serangan datang dari Cina, kami berhasil untuk menemukan tidak hanya satu perangkat lunak, kami berhasil menemukan lebih dari lima yang digunakan kelompok spesifik ini," kata Div. 

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement