Senin 08 Jan 2018 09:20 WIB

Kamboja Rayakan 39 Tahun Jatuhnya Rezim Ladang Pembantaian

Anggota People's Party Kamboja menghadiri acara peringatan 39 tahun jatuhnya rezim Khmer Merah pada 1979 di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (7/1).
Foto: AP Photo/Heng Sinith
Anggota People's Party Kamboja menghadiri acara peringatan 39 tahun jatuhnya rezim Khmer Merah pada 1979 di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (7/1).

REPUBLIKA.CO.ID, PHNOM PENH -- Ribuan orang Kamboja yang selamat dari kekejaman Khmer Merah pada Ahad (7/1) merayakan 39 tahun jatuhnya rezim bengis itu yang membunuh sekitar 1,7 juta orang.

Hingga 40 ribu orang menghadiri sebuah acara di Phnom Penh, ibu kota Kamboja yang diselenggarakan oleh Partai Rakyat Kamboja (CPP) pimpinan Perdana Menteri Hun Sen. Vietnam menyerbu Kamboja pada 7 Januari 1979 dan mengakhiri rezim tersebut.

"Kemenangan 7 Januari menyelamatkan nyawa orang-orang yang selamat dari pembunuhan-pembunuhan tersebut dan membawa hak-hak rakyat Kamboja hilang di bawah rezim Pol Pot," kata Hun Sen pada acara tersebut.

Sebagian besar korban rezim itu meninggal akibat penyiksaan, kelaparan, kehausan atau penyakit di kamp-kamp paksa atau disiksa hingga menemui ajal selama eksekusi massal di ladang-ladang pembantaian.

Perdana Menteri Kamboja dan Presiden People's Party Hun Sen (tengah), istrinya Bunrany (kanan) dan Presiden Majelis Dewan Heng Samrin (kiri) saat menghadiri acara peringatan 39 tahun jatuhnya rezim Khmer Merah pada 1979 di Phnom Penh, Kamboja, Ahad (7/1). (AP Photo/Heng Sinith)

Hari itu kontroversial di Kamboja, dengan partai Hun Sen merayakannya sebagai hari pembebasan sementara yang lain meratapinya sebagai dimulainya pendudukan oleh tetangga-tetangganya dari Vietnam selama 10 tahun. Naik dan jatuhnya Khmer Merah yang melakukan genosida dimulai Vietnam untuk membagi dan melemahkan Kamboja agar tetap di bawah kendali Vietnam, demikian tulis mantan ketua oposisi Sam Rainsy di halaman Facebooknya.

Amerika Serikat mengatakan hari itu menandai perjalanan Kamboja menuju masa depan yang lebih cerah. "Kami juga merayakan kecerdikan, keberanian dan juga kekerasan hati yang dengannya rakyat Kamboja telah muncul dari periode kegelapan, membangun kembali negara mereka, dan memajukan proses rekonsiliasi nasional," demikian pernyataan kedutaan besar AS dalam sebuah pernyataan.

Ulang tahun tersebut terjadi di tengah-tengah penumpasan oposisi oleh pemerintah Hun Sen menjelang pemilihan umum Juli. AS dan Uni Eropa menarik dukungan untuk pemungutan suara menyusul pembubaran Partai Pertolongan Nasional Kamboja, oposisi utama, tahun lalu. Tetapi Cina sebagai pendukung luar negeri terbesar Kamboja mengatakan yakin pemilihan tahun ini akan berlangsung jujur.

Tiga tokoh di era Pol Pot masih hidup dan menjalani hukuman seumur hidup setelah diadili pengadilan gabungan Kamboja-PBB karena melakukan berbagai kejahatan termasuk kejahatan-kejahatan terhadap kemanusiaan. Mereka yang berada di balik jeruji ialah Kaing Guek Eav, mantan kepala penjara S-21 Khmer Merah, 'Saudara Nomor Dua' Nuon Chea dan mantan Presiden Khieu Samphan.

 

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement