Sabtu 20 Jan 2018 07:50 WIB

Inilah Pakaian yang Dikenakan Korban Pelecehan Seksual India

Alih-alih menyalahkan pelaku, orang kerap mengalihkan kesalahan pada korban.

Beberapa busana korban perkosaan dipamerkan di Brussel, Belgia. Harapannya tidak ada pembenaran bahwa pakaian adalah pemicu perkosaan. Kelompok advokasi di India juga melakukan hal serupa.
Foto: Brussel Times
Beberapa busana korban perkosaan dipamerkan di Brussel, Belgia. Harapannya tidak ada pembenaran bahwa pakaian adalah pemicu perkosaan. Kelompok advokasi di India juga melakukan hal serupa.

REPUBLIKA.CO.ID, CHENNAI -- Yamini Karunagaran sedang naik bus untuk bekerja di Kota Bengaluru di India selatan saat seorang pria, yang duduk di kursi khusus wanita, menggodanya, dan mengikutinya saat dia turun.

Hampir sama mengganggunya dengan kejadian itu adalah tanggapan banyak orang saat ia menceritakan kisah itu.

"Itu membuat saya marah karena begitu banyak orang kemudian bertanya kepada saya apa yang saya kenakan," kata Karunagaran kepada Thomson Reuters Foundation.

Sikap itu hampir sama lazim dengan pelecehan dan penyerangan, yang mempengaruhi hampir empat dari setiap lima wanita di India, kata survai pada 2016 oleh ActionAid UK, lembaga nirlaba.

Alih-alih meminta pertanggungjawaban pelaku, banyak orang mengalihkan kesalahan pada korban, menuduhnya mengundang perhatian dengan mengenakan pakaian yang terbuka atau tertawa terlalu keras.

Sebagai bentuk protes, Karunagaran memutuskan untuk menyumbangkan pakaian yang dia kenakan saat itu ke Blank Noise. Kelompok advokasi itu pun memulai kampanye "Saya tidak pernah memintanya", yang telah menjadi bagian dari percakapan nasional tentang pelecehan.

Blank Noise bergerak ke berbagai kota untuk mengumpulkan pakaian korban pelecehan dan menampilkannya di ruang tempat mereka berkumpul untuk saling mendukung dan acana-acara lainnya. "Beberapa telah membawa pakaian bibi mereka yang sudah tua, sementara yang lain telah memberikan pakaian yang mereka kenakan saat disiksa sewaktu kecil," kata pendiri organisasi itu, Jasmeen Patheja.

Karunagaran "berpakaian tradisional" saat dilecehkan. Celana ketat oranye dan kurta-nya, kemeja longgar selutut, sekarang tergantung di rak di samping beragam pakaian dari semua gaya. "Para wanita itu memberitahu kami bagaimana mereka menyelipkan pakaian mereka di sudut lemari mereka," katanya, "Itu adalah kenangan yang tidak bisa hilang."

Di antara pakaian-pakaian yang disumbangkan itu adalah celana, kaos tanpa lengan merah jambu, dan kemeja merah jambu yang dipakai perancang busana berusia dua puluh enam tahun Eeshita Kapadiya saat dia dilecehkan. "Pakaian-pakaian ini membantu orang melihat peristiwa ini seperti apa adanya dan menyadari bahwa tidak masalah dengan apa yang Anda kenakan saat Anda dilecehkan atau diserang," kata Kapadiya, yang menolak memberikan rincian pelecehan yang dideritanya.

Survai ActionAid menemukan bahwa hampir 80 persen wanita India mengalami pelecehan dan serangan dengan beragam tindakan, mulai dari menatap, menghina, dan siulan, dikutit, diraba-raba, atau bahkan diperkosa. Peristiwa itu terjadi di jalan, di taman, di acara komunitas, di kampus dan di angkutan umum, kata para pegiat.

Sameera Khan, rekan penulis "Why Loiter?", sebuah buku tentang risiko bagi wanita di jalan-jalan di Mumbai, mengatakan bahwa Blank Noise, dan juga wanita seperti Kapadiya dan Karunagaran, membuat pernyataan yang kuat dan sudah lama terlambat. "Gerakan seperti itu dengan tegas menyalahkan pelaku," katanya.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement