Kamis 15 Feb 2018 16:21 WIB

Taliban Siap Berdialog untuk Akhiri Perang di Afghanistan

Militan menekankan perang melawan pasukan Amerika Serikat (AS) akan terus berlanjut.

Rep: Marniati/ Red: Budi Raharjo
Pejuang Taliban, Afghanistan
Pejuang Taliban, Afghanistan

REPUBLIKA.CO.ID,

KABUL-- Taliban mengaku ingin mengakhiri perang selama 17 tahun di Afghanistan melalui perundingan. Taliban mengatakan kesediaan mereka untuk memainkan peran konstruktif dalam menemukan solusi damai tidak boleh dianggap sebagai tanda kelemahan.

"Preferensi kami adalah memecahkan masalah Afghanistan melalui dialog damai," kata Taliban. "Ini tidak berarti kita kelelahan atau keinginan kita telah hilang."

Taliban, yang berjuang untuk mengusir pasukan asing dan mengalahkan pemerintah yang didukung AS mengatakan, AS harus mengakhiri perannya dan menerima hak Taliban untuk membentuk sebuah pemerintahan sesuai dengan kepercayaan rakyat Afghanistan.

Dalam pernyataan mereka, Taliban tidak menyinggung serangan 27 Januari di sebuah hotel di Kabul, di mana lebih dari 30 orang terbunuh, Atau sebuah serangan bom sepekan kemudian yang menewaskan lebih dari 100 orang.

Menurut Taliban, belum terlambat bari rakyat AS untuk menyadari bahwa Taliban dapat memecahkan masalah dengan setiap sisi melalui dialog dan politik yang sehat. Taliban mengatakan kesempatan untuk berdialog selalu terbuka.

Seorang Juru Bicara pemerintah menolak berkomentar atas pernyataan tersebut. Seorang Juru Bicara misi militer pimpinan NATO mengatakan serangan Taliban baru-baru ini terhadap warga sipil menunjukkan bahwa mereka belum siap untuk memasuki perundingan damai dengan itikad baik. Sementara itu pemerintah pada beberapa kesempatan sering menyampaikan ketersediaannya untuk memulai proses perdamaian.

"Pernyataan Taliban sendiri tidak menunjukkan kesediaan untuk terlibat dalam perundingan damai. Serangan baru-baru ini terdengar lebih keras dari pada kata-kata ini," kata Juru Bicara tersebut, Kapten Tom Gresback.

Perundingan awal untuk mengakhiri perang yang telah membunuh ribuan orang setiap tahun selalu terhenti. Namun kontak tingkat rendah antara pemerintah, kelompok internasional termasuk Perserikatan Bangsa-Bangsa dan kelompok-kelompok yang dekat dengan Taliban terus berlanjut bahkan ketika pemberontakan meningkat.

Proses perundingan terhambat oleh ketidakpercayaan yang mendalam antara pemerintah dan Taliban, serta ketidakpastian tentang peran negara tetangga termasuk Pakistan, yang telah lama dituduh Afghanistan membantu pemberontak. Pakistan menolak tuduhan bahwa pihaknya mendukung Taliban.

Strategi AS yang lebih agresif di Afghanistan termasuk lonjakan serangan udara yang diperkenalkan oleh Presiden Donald Trump pada Agustus lalu telah mendorong Taliban kembali dari beberapa pusat distrik dan dua ibu kota provinsi.

Namun militan menguasai sebagian besar wilayah pedesaan dan telah menanggapi strategi AS yang lebih agresif dengan dua serangan di Kabul dalam beberapa pekan terakhir. Serangan itu menewaskan hampir 150 orang.

Serangan tersebut telah memperkuat pendirian AS dan Afghanistan untuk tidak memulai pembicaraan dengan para pemberontak, meski tidak ada pihak yang tampaknya mampu memenangkan konflik tersebut.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement