Rabu 28 Feb 2018 15:01 WIB

Afghanistan Siap Akui Taliban Sebagai Kelompok Politik Sah

Presiden Afghanistan tawarkan perundingan damai dengan Taliban tanpa syarat.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Ani Nursalikah
Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla berjalan menuju Char Chinar Palace, tempat penyelenggaraan pembukaan Kabul Process Conference di Istana Haram Sarai, Kabul, Afganistan, Rabu (28/2). Sebanyak 28 negara  mengikuti konferensi tersebut dan Wapres Jusuf Kalla menjadi salah satu pembicara dalam pembukaan tersebut bersama Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani.
Foto: Republika/Andi Nur Aminah
Wakil Presiden RI HM Jusuf Kalla berjalan menuju Char Chinar Palace, tempat penyelenggaraan pembukaan Kabul Process Conference di Istana Haram Sarai, Kabul, Afganistan, Rabu (28/2). Sebanyak 28 negara mengikuti konferensi tersebut dan Wapres Jusuf Kalla menjadi salah satu pembicara dalam pembukaan tersebut bersama Presiden Afghanistan, Ashraf Ghani.

REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani menawarkan perundingan damai dengan Taliban tanpa mengajukan syarat apa pun. Pemerintah Afghanistan bahkan siap mengakui Taliban sebagai kelompok politik yang sah.

"Pemerintah menawarkan perundingan damai kepada Taliban tanpa syarat apa pun," kata Ghani dalam sambutannya dalam konferensi Kabul Process yang dihadiri pejabat dari 25 negara pada Rabu (28/2).

Ghani pun mengajukan tawaran gencatan senjata dan pembebasan anggota Taliban yang kini ditahan. Ia juga mengatakan siap menerima peninjauan kembali konstitusi sebagai bagian dari sebuah perjanjian dengan Taliban.

Tawaran Ghani ini mewakili pergeseran sikap yang sangat signifikan. Sebab sebelumnya Ghani kerap menyebut Taliban sebagai kelompok teroris dan pemberontak.

Namun Ghani menekankan, kerangka politik untuk perundingan perdamaian harus diciptakan melalui gencatan senjata dan mengakui Taliban sebagai kelompok politik yang sah dengan jabatan politik resmi. Sebagai gantinya, Taliban pun harus mengakui pemerintah Afghanistan dan menghormati peraturan hukumnya.

Kendati demikian, hingga saat ini, Taliban masih menolak pembicaraan langsung dengan pemerintah Afghanistan di Kabul. Namun di sisi lain, Taliban yang disebut sedang berjuang mengembalikan pemerintahan Islam setelah penggulingan mereka pada 2001 oleh pasukan pimpinan Amerika Serikat (AS), telah menawarkan pembicaraan langsung dengan AS. Masih belum jelas apakah mereka akan siap mengubah sikapnya memulai pembicaraan dengan pemerintah Afghanistan walaupun mendapat tekanan internasional.

Tahun lalu, AS meningkatkan bantuan militernya ke Afghanistan khususnya untuk operasi serangan udara. Hal ini bertujuan memecahkan jalan buntu dengan kelompok pemberontak dan memaksanya ke meja perundingan.

Kendati militer AS mengklaim serangkaian serangan yang mereka lakukan cukup memukul Taliban, namun kelompok tersebut tetap mengendalikan, bahkan gencar melakukan pengeboman di sebagian besar wilayah Afghanistan. Korban jiwa, sebagian besar warga sipil, terus berjatuhan akibat aksi Taliban.

Taliban juga mengakui mereka bertanggung jawab atas dua serangan besar di Kabul tahun lalu. Serangan ini menewaskan dan melukai ratusan warga sipil.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement