Kamis 01 Mar 2018 00:45 WIB

Myanmar Tolak Visa Delegasi Parlemen Inggris

Penolakan itu diyakini konsekuensi langsung dari laporan mengenai Rohingya

Rep: Marniati/ Red: Esthi Maharani
Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Foto: BPMI
Pengungsi Rohingya di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, LONDON--- Kedutaan Besar Myanmar di London telah menolak visa untuk delegasi parlemen Inggris. "Hari ini, Kedutaan Besar Myanmar telah gagal memberikan visa bagi Komite Pembangunan Internasional untuk melakukan perjalanan ke Myanmar," kata kelompok paremneter dalam sebuah pernyataan seperti dilansir Anadolu, Rabu (28/2).

Kunjungan panitia parlemen lintas partai itu direncanakan sebagai bagian dari penyelidikan terhadap pekerjaan Departemen Pembangunan Internasional di Bangladesh dan Myanmar.

"Kami sangat kecewa. Sulit untuk menghindari kesimpulan bahwa ini adalah konsekuensi langsung dari laporan kami mengenai Rohingya, "ujar Ketua panitia, anggota parlemen Partai Buruh Stephen Twigg setelah penolakan visa.

Ia mengatakan, akibat penolakan visa ini pertemuan dengan menteri pemerintah dan personil militer di ibukota, Nay Pyi Taw, termasuk dengan Penasihat Negara, Daw Aung San Suu Kyi, harus dibatalkan.

"Saya akan berusaha membahas ini di gedung parlemen," tambahnya.

Laporan pertama komite tersebut dalam penyelidikan Krisis Rohingya diterbitkan pada Januari 2018 dan ini mengungkapkan kekhawatiran komite atas perlakuan Myanmar terhadap Rohingya, termasuk rencana pemulangan yang dilakukan tanpa perlindungan.

Laporan tersebut juga menyoroti bukti bahwa kekerasan seksual, termasuk pemerkosaan, tetap menjadi senjata perang yang digunakan oleh militer Myanmar.

Dikatakan juga bahwa ada risiko serius dalam rencana pemulangan pengungsi Rohingya ke Myanmar tanpa mengetahui status hukum, tujuan dan kemauan mereka untuk kembali.

Rencana pemulangan ini dilakuka tanpa bukti konsultasi atau keterlibatan dengan masyarakat.

"Episode pemindahan dan kembalinya Rohingya dan etnis minoritas lainnya, selama 20 tahun terakhir tidak membangkitkan rasa kepercayaan," tambahnya.

Ia mengatakan , usulan untuk menempatkan Rohingya di kamp pengungsian yang dikelola oleh Myanmar sulit untuk diterima. Ini akan menimbulkan kelalaian lebih lanjut, pelecehan potensial dan akses yang tidak pasti untuk agen luar. "Dan kemungkinan akan dipindahkan sekali lagi jika terjadi kekerasan lebih lanjut," katanya.

Komite tersebut juga mendesak menteri Inggris untuk mempelajari bukti-bukti diskriminasi, marginalisasi, dan penyalahgunaan yang terjadi terhadap Rohingya di Myanmar yang tampaknya diabaikan begitu lama. Seharusnya bukti-bukti yang ada diterjemahkan ke dalam tindakan efektif oleh masyarakat internasional.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement