Jumat 16 Mar 2018 13:20 WIB

RI-Australia Siap Bantu Myanmar Tuntaskan Masalah Rohingya

RI-Australia akan membantu penyelesaian masalah jangka panjang.

Rep: Stevy Maradona/ Red: Nur Aini
Pengungsi Muslim Rohingya melintasi sungai Naf di perbatasan Myanmar-Bangladesh, untuk menyelematkan diri mereka dari genosida militer Myanmar. (foto file)
Foto: AP/Bernat Armangue
Pengungsi Muslim Rohingya melintasi sungai Naf di perbatasan Myanmar-Bangladesh, untuk menyelematkan diri mereka dari genosida militer Myanmar. (foto file)

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Situasi terkini Rohingya dan Rakhine, Myanmar, mendapat sorotan di pertemuan antarmenteri luar negeri Indonesia-Australia. Pertemuan yang berlangsung Jumat (16/3) pagi di Sydney, Australia secara umum membahas soal situasi kawasan Indo Pasifik, kerja sama kedua negara, dan isu-isu internasional.

Seperti dilaporkan wartawan Republika dari Sydney, Stevy Maradona, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi mengatakan kedua pemerintahan berbicara mengenai langkah-langkah untuk membantu Myanmar dan Bangladesh. "Terutama sekarang adalah untuk masalah kemanusiaan," kata Retno.

Indonesia dan Australia, kata dia, sama-sama sudah memberikan bantuan ke para pengungsi Rohingya. Menurut badan pengungsi PBB, saat ini ada lebih dari 400 ribu pengungsi Rohingya yang tinggal sementara di sejumlah titik di perbatasan antara Myanmar dan Bangladesh.

Retno menegaskan, kesepakatan kedua negara bukan sekadar menyelesaikan masalah kemanusiaan para pengungsi, tetapi juga masalah kebijakan internal Myanmar terhadap Rohingya. "Bagaimana kita bisa membantu untuk menyelesaikan secara jangka panjang," kata dia.

Situasi di Rakhine memang jauh dari tuntas. Dalam perkembangan terakhirnya disebutkan pemerintah Myanmar meratakan perumahan warga Rohingya di sejumlah titik. Aksi ini mendapat kecaman dari sejumlah pihak. Namun, kondisi tersebut dibantah oleh pihak Myanmar.

Menurut versi yang berbeda, penghancuran rumah warga Rohingya adalah langkah untuk mendirikan permukiman baru untuk pengungsi. Proyek tersebut dilakukan dengan bantuan kontraktor Jepang dan Cina. Untuk membangun permukiman baru, maka mereka harus meratakan permukiman yang lama.

Sebelumnya, pemerintah Myanmar juga mendapat sorotan dari badan HAM PBB terkait temuan terbaru mereka. Dalam temuan tersebut dijabarkan bahwa pengusiran Rohingya diperparah karena menggunakan media sosial seperti Facebook. Militer Myanmar juga dilaporkan sengaja menelantarkan dan membuat kelaparan warga Rohingya agar segera angkat kaki dari Rakhine.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement