Jumat 08 Jun 2018 04:25 WIB

Wisata Seksual Anak Merebak Akibat Perjalanan Murah

Profil pelaku kini bukan lagi seorang mantan narapidana paedofilia dari negara Barat.

Pelecehan seksual anak.
Foto: ABC
Pelecehan seksual anak.

REPUBLIKA.CO.ID, BOGOTA -- Anak-anak di seluruh dunia semakin rentan menjadi korban kekerasan seksual oleh warga negara sendiri dibanding wisatawan asing yang sengaja mencari aktivitas seks ilegal, kata sejumlah pakar perdagangan manusia pada Rabu (6/6).

Gambaran umum predator seksual kini bukan lagi seorang kulit putih setengah baya yang kaya dari negara Barat, melainkan para pelancong usaha, pekerja migran, dan turis lokal di negara atau kawasan sendiri, kata para pakar dalam konferensi internasional untuk perlindungan anak dalam pariwisata di Bogota. Pada level global, sekitar 1,2 juta anak diperkirakan menjadi korban kekerasan seksual dan kerja paksa, demikian catatan Organisasi Buruh Internasional (ILO).

Wisata seks anak semakin merebak akibat biaya perjalanan yang semakin murah dan teknologi internet seperti aplikasi pengirim pesan instan yang memudahkan para predator untuk mencari anak-anak yang rentan melalui identitas anonim. "Monster yang kita hadapi tidak lagi sama seperti yang kita kenal beberapa tahun lalu. Profil mereka berubah sangat banyak sehingga kita harus semakin waspada," kata Wakil Menteri Pariwisata Kolombia Sandra Howard.

Howard mengatakan kepada Thomson Reuters Foundation, tumbuh pesatnya industri pariwisata beriringan dengan semakin besarnya risiko dan kerentanan anak terhadap para predator seksual. "Sebagian pelaku memang berasal dari kawasan asing, namun sebagian besar adalah para pelancong domestik dan regional," kata Dorothy Rozga, kepala lembaga anti-perdagangan manusia ECPAT International.

Profil pelaku kini bukan lagi seorang mantan narapidana paedofilia dari negara-negara Barat yang melarikan diri ke kawasan baru untuk mencari korban baru, melainkan para oportunis yang yakin mereka bisa lolos dari jeratan hukum, demikian laporan ECPAT pada 2016. Najat Maala M'jid, yang mengepalai sebuah satuan tugas global untuk menghapus eksploitasi anak di bidang perjalanan dan wisata mengatakan kejahatan seksual terhadap anak juga diperparah toleransi sosial dan impunitas yang dihasilkan dari tingkat hukuman yang rendah.

"Toleransi terhadap kejahatan ini terus naik. Selama saya bekerja, saya telah mengunjungi banyak negara dan apa yang membuat saya marah adalah, tindakan ini dianggap norma," kata mantan pakar PBB dalam bidang perdagangan anak, prostitusi anak, dan pornografi itu dalam konferensi yang sama.

Kepala Badan Perlindungan Anak Kolombia (ICBF) Karen Abudinen mengatakan warga lokal yang mengetahui tempat-tempat wisata seks bisa membantu dengan melaporkan kejahatan ini. Sepanjang dua tahun terakhir, ICBF telah membantu 662 anak, sebagian besar di antaranya adalah remaja putri, yang menjadi korban eksploitasi seks komersial di Kolombia.

sumber : Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement