Jumat 08 Jun 2018 13:42 WIB

Mahathir: Hukuman Mati Pembunuh Altantuya Bisa Dicabut

Australia tidak akan ekstradisi tahanan ke negaranya untuk dihukum mati.

Rep: Marniati/ Red: Bilal Ramadhan
Mahathir Mohamad
Foto: AP Photo/Andy Wong
Mahathir Mohamad

REPUBLIKA.CO.ID, KUALA LUMPUR -- Perdana Menteri Malaysia Mahathir Mohamad mengatakan pada Jumat (8/6) bahwa Malaysia dapat mencabut hukuman mati terhadap Sirul Azhar Umar. Pencabutan hukuman mati ini dilakukan untuk memfasilitasi ekstradisinya dari Australia.

Sirul dinyatakan bersalah dalam pembunuhan model asal Mongolia, Altantuya Shaariibuu, pada 2006. "Sirul tidak dapat kembali ke Malaysia karena Australia tidak akan mengizinkan seseorang menghadapi hukuman mati untuk kembali ke negara asal mereka," kata Mahathir kepada wartawan pada konferensi pers.

photo
Sirul Azhar Umar ditangkap petugas imigrasi di Brisbane.

 

Mahathir mengatakan, Pemerintah Malaysia kemungkinan akan mencabut hukuman mati Sirul dan menggantinya dengan hukuman penjara. "Tetapi kami belum meminta Australia secara resmi untuk mengekstradisi Sirul," katanya menambahkan.

Shaaribuu Altantuya (28 tahun) tewas dan diledakkan dengan bahan peledak kelas militer di sebuah hutan di pinggiran ibu kota Malaysia. Altantuya diyakini ditembak mati sebelum tubuhnya diledakkan.

Pada 2009, dua mantan polisi, Sirul Azhar Umar dan Azilah Hadri, dihukum karena membunuh Altantuya. Ia dijatuhi hukuman mati, meskipun Pengadilan Banding membatalkan ini pada 2013.

Mantan analis politik Abdul Razak Baginda, yang didakwa bersama dengan dua polisi, dibebaskan pada 31 Oktober 2008, setelah pengadilan tidak menemukan bukti konkret terhadapnya. Sirul kemudian melarikan diri ke Australia.

Baru-baru ini, ketika Pakatan Harapan mengambil alih Pemerintahan Federal setelah pemilu, penasihat PKR Anwar Ibrahim menyarankan agar Sirul dibawa kembali ke Malaysia untuk persidangan baru. Sirul mengatakan, dia bersedia mengungkapkan apa yang terjadi dalam kasus itu jika diberi pengampunan penuh untuk kembali ke Malaysia.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement