Senin 02 Jul 2018 06:55 WIB

Myanmar Dinilai Belum Siap Terima Rohingya Kembali

Eksodus Rohingya terjadi setelah serangan militan di pos keamanan Myanmar

Rep: Marniati/ Red: Nidia Zuraya
Pengungsi Rohingya di Bangladesh
Foto: BPMI
Pengungsi Rohingya di Bangladesh

REPUBLIKA.CO.ID, COXS BAZAAR -- Komite Palang Merah Internasional menilai kondisi di negara bagian Rakhine utara, Myanmar belum siap untuk menerima pemulangan ratusan ribu pengungsi Rohingya. Presiden Palang Merah Internasional Peter Maurer mengaku tidak yakin dengan proses pemulangan itu.

Hal ini, menurut Maurer, berdasarkan situasi yang ia lihat langsung selama kunjungannya ke Myanmar. "Saya pikir masih ada banyak pekerjaan yang harus dilakukan sampai repatriasi skala besar adalah kemungkinan yang realistis. Banyak yang harus terjadi dalam hal struktur penerimaan, persiapan, juga persiapan masyarakat untuk menerima kembali mereka yang datang (ke Bangladesh) dari Myanmar," kata dia.

Maurer menyampaikan komentarnya saat mengunjungi   kamp-kamp pengungsi di pantai tenggara Bangladesh. Sebelumnya Maurer telah mengunjungi Myanmar. Di Myanmar ia mengaku melihat desa-desa yang ditinggalkan dan  rumah-rumah yang dihancurkan.

Juru bicara pemerintah Myanmar tidak segera tersedia untuk mengomentari pernyataan Maurer.

Eksodus Rohingya terjadi setelah serangan militan di pos keamanan Myanmar. Ini memicu serangan militer yang oleh PBB disebut bentuk pembersihan etnis. Myanmar membantah tuduhan tersebut dan menyatakan telah melancarkan operasi kontra-pemberontakan yang sah.

Sebelumnya Myanmar mengatakan pihaknya siap untuk menerima kembali lebih dari 700 ribu pengungsi Rohingya yang telah meninggalkan Bangladesh sejak Agustus lalu. Myanmar mengaku telah mendirikan dua pusat penerimaan dan sebuah kamp sementara di dekat perbatasan di Rakhine untuk menerima kedatangan pertama pengungsi.

Palang Merah telah menjadi penyedia utama bantuan kemanusiaan ke negara bagian Rakhine utara Myanmar sejak PBB harus menangguhkan operasinya di sana September lalu. Ini menyusul tuduhan pemerintah bahwa PBB  telah mendukung gerilyawan Rohingya.

Maurer  bertemu dengan pejabat pemerintah senior di ibukota Myanmar Naypyitaw selama kunjungannya. Ia ingin meminta persetujuan pemerintah untuk meningkatkan operasi Palang Merah di negara bagian Rakhine.

Dia mengaku puas dengan kerja sama dari pasukan keamanan serta pemerintah untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan.

Kantor pemimpin Myanmar, Aung San Suu Kyi, mengatakan pertemuan itu membahas masalah bantuan kemanusiaan dan membantu masyarakat yang terkena dampak untuk menciptakan sumber pendapatan independen.

Rohingya yang telah melarikan diri dari Myanmar melaporkan pembunuhan massal, pembakaran dan pemerkosaan oleh pasukan keamanan di sana. Negara ini tidak mengakui Rohingya sebagai kelompok etnis pribumi dan menyangkal mereka sebagai warga negara.

Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mencapai kesepakatan garis besar dengan Myanmar pada akhir Mei yang bertujuan untuk memungkinkan ratusan ribu Muslim Rohingya  di Bangladesh untuk kembali dengan selamat. Berdasarkan rincian perjanjian, Rohingya tidak akan memiliki jaminan kewarganegaraan atau kebebasan bergerak di Myanmar.

Banyak orang Rohingya yang tinggal di kamp pengungsi di Bangladesh mengatakan tidak akan kembali sampai Myanmar mengakui mereka sebagai warga dan keamanan mereka terjamin.

Juru bicara pemerintah Myanmar Zaw Htay dan Menteri Kesejahteraan Sosial Win Myat Aye tidak menjawab permintaan untuk berkomentar tentang perjanjian tersebut. Direktur Kementerian Tenaga Kerja, Imigrasi, dan Populasi mengatakan dia tidak berwenang untuk memberi komentar dan mengarahkan  kepada sekretaris tetap, yang juga tidak bersedia berkomentar.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement