Kamis 19 Jul 2018 04:00 WIB

Musim Hujan, PBB Serukan Bantuan Lebih Banyak untuk Rohingya

Musim hujan mengubah banyak lereng gunung jadi lumpur.

Pengungsi Rohingya Myanmar saling berpelukan dan menangis pada pagi Lebaran Idul Fitri 1439 H di penampungan sementara komplek SKB Cot Gapu, Bireuen, Provinsi Aceh. Jumat (15/6).
Foto: Antara/Rahmad
Pengungsi Rohingya Myanmar saling berpelukan dan menangis pada pagi Lebaran Idul Fitri 1439 H di penampungan sementara komplek SKB Cot Gapu, Bireuen, Provinsi Aceh. Jumat (15/6).

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- PBB menyerukan bantuan lebih besar masyarakat internasional bukan hanya buat pengungsi Rohingya tapi juga buat masyarakat penampung mereka di Asia Tenggara dan Selatan, terutama di Bangladesh. Di dalam pernyataan kepada pers, Utusan Khusus Sekretaris Jenderal PBB untuk Myanmar Christine Schraner Burgener menggaris-bawahi perlunya bagi bantuan lebih besar internasional dalam hal meringankan risiko musim hujan.

Lebih dari satu juta pengungsi Rohingya telah meninggalkan rumah mereka di Negara Bagian Rakhine, Myanmar Utara sejak Agustus lalu, ketika serangan gerilyawan terhadap pos keamanan memicu gelombang perkosaan, pembunuhan dan pembakaran desa oleh pasukan milisi sipil dan pemerintah. Pengungsi tersebut menyelamatkan diri sampai ke Malaysia dan Indonesia. Mereka terutama mengungsi ke negara tetangga Myanmar, dan banyak pengungsi menyelamatkan diri ke Bangladesh, yang bersebelahan dengan Myanmar.

Utusan khusus PBB itu baru saja mengakhiri kunjungan resminya ke Bangladesh, dari 14 sampai 16 Juli. Di Ibu Kota Bangladesh, Dhaka, dia bertemu dengan Perdana Menteri Sheikh Hasina, masyarakat diplomatik dan tim PBB di negeri itu.

"Krisis yang berlangsung memerlukan penyelesaian politik, yang menangani pangkal masalah tersebut," kata utusan khusus PBB itu di dalam pernyataan yang dikeluarkan di Markas Besar PBB di New York.

Di Cox's Bazar, Bangladesh, wanita pejabat tersebut mengunjungi kamp pengungsi yang menampung lebih dari 600.000 pengungsi Rohingya dan mendengarkan keterangan mengenai kekejaman yang tak terperikan yang dilakukan di Negara Bagian Rakhine, Myanmar. Dia merasa sangat terenyuh. Dalam semua pembahasan selama kunjungannya, Christine Schraner Burgener menggaris-bawahi pentingnya pertanggung-jawaban atas kejahatan yang dilakukan.

Ia juga menyampaikan dukungannya bagi penerapan Nota Kesepahaman (MOU) 23 November 2017 antara Pemerintah Bangladesh dan Myanmar, dan MOU 6 Juni antara Pemerintah Myanmar, UNHCR dan Program Pembangunan PBB (UNDP) sebagai langkah pertama yang penting.

Ia mengatakan penerapan kesepakatan tersebut mesti dimulai sesegera mungkin. Selain itu perlu dilakukan langkah lain yaitu pemulangan secara sukarela, aman, bermartabat pengungsi ke tempat asal atau negara pilihan mereka, kata pernyataan itu. Yang menjadi prioritasnya ialah membantu menangani pangkal krisis tersebut. Terutama diakhirinya pembatasan terhadap hak dasar seperti kebebasan bergerak dan penyelesaian masalah kewarganegaraan.

Myanmar biasanya tidak memberi kewarganegaraan kepada Rohingya, dan menganggap mereka sebagai Muslim Bangladesh, yang tinggal secara tidak sah di Mynamar, yang kebanyakan warganya adalah pemeluk Buddha.

Pengunjung lain pejabat PBB ke kamp pengungsi Rohingya di Bangladesh adalah William Lacy Swing, Kepala Badan Migrasi PBB (IOM). Ia mengatakan penting bagi dunia untuk tetap memusatkan perhatian pada krisis tersebut. Dia memperingatkan bahwa saat musim hujan mengubah banyak lereng gunung jadi lumpur.

sumber : antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement