Senin 06 Aug 2018 17:03 WIB

Kamp Pengungsi Rohingya di Bangladesh Penuh Sesak

Human Rights Watch merekomendasikan relokasi pengungsi Rohingya.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
 Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.
Foto: AP/Dar Yasin
Dalam foto file bulan September 2017, sejumlah pengungsi perempuan Muslim Rohingya berebut pembagian makanan di kamp pengungsian Balukhali, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Human Rights Watch (HRW) pada Senin (6/8) mengatakan pengungsi Rohingya yang tinggal di kamp pengungsian Bangladesh penuh sesak harus direlokasi ke daerah yang lebih aman.

Dilansir Aljazirah, Senin (6/8), dalam laporan setebal 68 halaman itu HRW menyoroti bahaya yang dihadapi Rohingya dari banjir dan tanah longsor selama musim hujan. Hal itu juga meningkatkan risiko penyakit menular, kebakaran, ketegangan komunitas,  dan kekerasan dalam rumah tangga serta seksual.

Dalam laporan berjudul Bangladesh Is Not My Country: The Plight of Rohingya Refugees from Myanmar itu, Rohingya dinilai perlu memiliki tempat perlindungan yang lebih kuat serta pendidikan yang memadai. Hal itu karena masa tinggal mereka  diperpanjang.

HRW menyerukan kepada pihak berwenang Bangladesh untuk memindahkan Rohingya ke kamp-kamp yang lebih kecil dan tidak padat. Lokasinya berada di sub distrik Ukhiya, dekat kamp penuh sesak berada.

Sejak Agustus tahun lalu, lebih dari 700 ribu warga Rohingya melarikan diri ke Bangladesh setelah tentara melakukan tindakan keras terhadap mereka. Diperkirakan 626 ribu Rohingya tinggal di kamp Kutapalong-Balukhali, menjadikannya kamp pengungsi terbesar di dunia.

Menurut laporan HRW, di kamp itu, ruang  yang dapat digunakan untuk setiap orang  berukuran 10,7 meter persegi. Angka itu jauh di bawah standar internasional yang direkomendasikan sebesar 45 meter persegi untuk setiap individu. Badan pengungsi PBB memperkirakan 200 ribu Rohingya berisiko terkena banjir dan tanah longsor.

Komisaris Bantuan dan Pemulangan Pengungsi untuk Kementerian Manajemen Bencana Bangladesh, Mohammad Abul Kalam mengakui bahwa kamp pengungsian itu  penuh sesak. "Tapi kami juga tidak punya banyak daratan. Kami adalah populasi 160 juta dan menderita kelangkaan lahan. Jadi, menyelesaikan pengungsi di tempat pertama benar-benar luar biasa," katanya.

Pemerintah Bangladesh akan segera mulai merelokasi 100 ribu Rohingya ke Bhasan Char, sebuah pulau bakau dan rumput yang tak berpenghuni. Namun, HRW mengatakan pulau itu tidak cocok untuk ditempati karena kerentanannya terhadap gelombang dan ombak tinggi. Jika terjadi topan, pulau itu dapat tenggelam.

"Kami sangat prihatin dengan rencana relokasi pengungsi Rohingya ke Bhasan Char," kata Koordinator Free Rohingya Coalition yang berbasis di London Nay San Lwin.

Ia mengatakan para pengungsi di kamp-kamp pengungsian juga tidak ingin pindah ke Bhasan Char. Mereka akan lebih nyaman jika direlokasi di distrik Ukhiya dengan akses mudah ke lembaga bantuan.

Menurut laporan HRW, ada enam tempat relokasi praktis di Ukhiya, terbentang delapan kilometer di sebelah barat kamp Kutupalong-Balukhali, yang dapat menampung 263 ribu orang. Namun, Abul Kalam mengatakan pemerintah serius tentang relokasi pengungsi ke Bhasan Char karena mereka telah menginvestasikan banyak uang untuk hal itu .

Selain relokasi, laporan itu mengatakan Rohingya, memiliki hak untuk hidup secara bermartabat. "Bangladesh harus mendaftarkan Rohingya sebagai pengungsi, memastikan kesehatan dan pendidikan yang memadai, dan membiarkan mereka mencari nafkah di luar kamp," kata Direktur hak asasi pengungsi di Human Rights Watch Bill Frelick,

Nay San Lwin menambahkan memberi status pengungsi akan banyak membantu dalam memperbaiki kondisi kamp dan kehidupan Rohingya. Frelick menyerukan kepada organisasi internasional dan pemerintah untuk menerapkan tekanan terus-menerus terhadap Myanmar untuk memenuhi persyaratan yang diperlukan bagi para pengungsi Rohingya yang aman, bermartabat, dan berkelanjutan.

"Kegagalan Myanmar untuk mengambil tindakan yang berarti untuk mengatasi kekejaman baru-baru ini terhadap Rohingya, atau diskriminasi dan penindasan selama puluhan tahun terhadap penduduk, adalah akar dari keterlambatan pengungsi untuk pulang," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement