Senin 27 Aug 2018 04:37 WIB

Lembaga Bantuan Turki Bangun Pusat Pendidikan Anak Rohingya

Tiap pusat pendidikan ini bisa mendidik anak-anak hingga 70 orang.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Israr Itah
Sejumlah anak muslim Rohingya membaca alquran di masjid kampung Char Pauk, Sittwe, Myanmar, Sabtu (2/6).
Foto: Republika/Edwin Dwi Putranto
Sejumlah anak muslim Rohingya membaca alquran di masjid kampung Char Pauk, Sittwe, Myanmar, Sabtu (2/6).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lembaga bantuan dari Turki bernama Yayasan Sadakatasi, telah membuka dua pusat pendidikan untuk anak-anak di lokasi pengungsian warga Muslim Rohingya di Bangladesh. Tiap pusat pendidikan ini bisa mendidik anak-anak hingga 70 orang.

Dilansir Anadolu Agency, Ahad (26/8), Yayasan Sadakatasi yang berbasis di Istanbul membuka pusat-pusat yang masing-masing dapat mendidik 70 anak, di kamp Balukhali nomor 5 di distrik Cox's Bazar.

Menurut beberapa warga Muslim Rohingya, pusat pendidikan ini merupakan yang pertama didirikan di kamp pengungsian tersebut. Pusat pendidikan ini akan menyuguhkan pelajaran seperti Bahasa Inggris, Bahasa Arab, Bahasa Burma dan matematika.

Selain mengikuti pelajaran umum, anak-anak di sana juga diajarkan mengenai Al-Qur'an sebagai kitab suci umat Muslim. Sedangkan untuk makanan para anak-anak akan dimasak di dapur yang dibangun dari bambu dekat pusat pendidikan. Anak-anak akan menikmati istirahat di taman bermain yang berdekatan.

Sejak 25 Agustus 2017 lalu, lebih dari 24 ribu Muslim Rohingya telah dibantai oleh pasukan negara Myanmar. Hal ini berdasarkan data Badan Pembangunan Internasional Ontario (OIDA). Dalam laporannya baru-baru ini, perkiraan jumlah Rohingya yang terbunuh menjadi 23.962.

Masih berdasarkan laporan tersebut, lebih dari 34 ribu orang Rohingya dilemparkan ke dalam api, sementara lebih dari 114 ribu lainnya dipukuli, 17.718 perempuan dan gadis Rohingya diperkosa oleh tentara dan polisi Myanmar. Dan lebih dari 115 ribu rumah warga Rohingya dibakar dan 113 ribu lainnya dirusak.

Rohingya, yang digambarkan oleh PBB sebagai orang-orang yang paling teraniaya di dunia, telah menghadapi ketakutan yang meningkat karena puluhan orang terbunuh dalam kekerasan komunal pada tahun 2012.

PBB mendokumentasikan perkosaan massal, pembunuhan termasuk bayi dan anak kecil, pemukulan brutal, dan penghilangan yang dilakukan oleh pasukan negara Myanmar. Dalam laporannya, para penyelidik PBB mengatakan bahwa pelanggaran tersebut mungkin merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan. 

 

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement