Jumat 14 Sep 2018 17:18 WIB

Uni Eropa Desak Dialog untuk Penanganan Muslim Uighur

Muslim Uighur dipaksa meninggalkan keyakinan agama mereka.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Etnis minoritas Muslim Uighur menuduh Pemerintah Cina mengekang mereka.
Foto: ABC News/Lily Mayers
Etnis minoritas Muslim Uighur menuduh Pemerintah Cina mengekang mereka.

REPUBLIKA.CO.ID, BRUSSELS -- Duta Besar Uni Eropa untuk Cina Nicolas Chapuis mengatakan, dugaan pelanggaran hak asasi manusia (HAM) terhadap Muslim Uighur di wilayah Xinjiang harus ditangani dengan dialog. Uni Eropa akan berupaya bekerja dalam kerangka PBB.

“Kami percaya pada dialog. Kami percaya pada keterlibatan, dan pertama-tama, kami membutuhkan fakta (tentang pelanggaran HAM Muslim Uighur),” ujar Chapuis pada Jumat (14/9).

Ia mengatakan, Uni Eropa harus benar-benar melibatkan Cina dalam menangani masalah itu. “Untuk melakukan ini, melibatkan Cina bagi kami adalah keharusan mutlak,” ucapnya.

Cina telah menghadapi kritik keras dalam beberapa bulan terkahir terkait tindakannya terhadap Muslim Uighur. Beijing dituduh menjalankan kamp pendidikan ulang. Di kamp tersebut, Muslim Uighur dipaksa meninggalkan aspek keyakinan agama mereka.

Media yang disokong Pemerintah Cina menyebut kamp-kamp itu sebagai pusat pelatihan antiekstremisme. Sementara, para kritikus menyebutnya sebagai kamp konsentrasi. Kelompok HAM Human Rights Watch (HRW), dalam laporan yang dirilis awal pekan ini, mengatakan terdapat sekitar satu juta orang yang ditempatkan di kamp-kamp yang tersebar di seluruh wilayah barat Cina. 

Dalam laporan itu, HRW pun menyebut bahwa Muslim Uighur menghadapi pembatasan aktivitas peribadatan dan indoktrinasi paksa oleh Pemerintah Cina. Namun, juru bicara Kementerian Luar Negeri Cina Geng Shuang menolak memberikan tanggapan perinci atas laporan HRW.

Ia hanya mengatakan, HRW adalah kelompok yang penuh prasangka terhadap Cina dan telah memutarbalikkan fakta. Geng mengklaim, langkah-langkah di Xinjiang bertujuan mempromosikan stabilitas, pembangunan, persatuan, sekaligus menindak separatisme etnis dan kegiatan kriminal teroris yang kejam.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement