Rabu 19 Sep 2018 12:39 WIB

Korea Utara Setuju Tutup Fasilitas Nuklir

Kim dan Moon sepakat menghapus semua senjata nuklir dan konflik bersenjata.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, kiri, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjabat tangan setelah menandatangani pernyataan bersama di desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi, Korea Selatan, Jumat (27/4).
Foto: Korea Summit Press Pool via AP
Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un, kiri, dan Presiden Korea Selatan Moon Jae-in berjabat tangan setelah menandatangani pernyataan bersama di desa perbatasan Panmunjom di Zona Demiliterisasi, Korea Selatan, Jumat (27/4).

REPUBLIKA.CO.ID, PYONGYANG -- Korea Utara (Korut) setuju untuk mengambil langkah-langkah lanjutan dalam rangka denuklirisasi di Semenanjung Korea. Kesepakatan itu muncul setelah pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un bertemu Presiden Korea Selatan (Korsel) Moon Jae-in di Pyongyang, Selasa (18/9).

“Korut telah setuju untuk secara permanen menutup fasilitas pengujian mesin rudal Dongchan-ri dan landasan peluncuran rudal di bawah partisipasi para ahli dari negara-negara terkait,” kata Moon dalam sebuah konferensi pers, dikutip laman Yonhap.

Sementara Kim mengatakan dia dan Moon telah sepakat untuk menghapus semua senjata nuklir dan konflik bersenjata dari Semenanjung Korea. “Deklarasi September akan membuka tingkat yang lebih tinggi untuk peningkatan hubungan (antara Korut dan Korsel) dan mendekatkan era perdamaian serta kemakmuran,” ujar Kim.

Menurut pejabat kantor kepresidenan Korsel, Cheong Wa Dae, dalam deklarasi bersama itu, Korut setuju mengambil langkah denuklirisasi tambahan. “Korut menyatakan kesediaannya untuk terus mengambil langkah-langkah tambahan, seperti penghentian permanen fasilitas nuklir Yongbyon, jika Amerika Serikat mengambil langkah-langkah yang sesuai di bawah semangat pernyataan bersama AS-Korut pada 12 Juni,” kata Cheong merujuk pada perhelatan KTT AS-Korut di Singapura pada Juni lalu.

Korea Utara memang disebut menuntut imbalan awal atas langkah denuklirisasi yang telah diambilnya sejauh ini. Sementara, AS tetap menyerukan penerapan sanksi maksimum terhadap Korut hingga negara itu telah sepenuhnya melakukan denuklirisasi.

Dengan adanya pernyataan tentang kesediaan mengambil langkah lanjutan denuklirisasi, tampaknya Korut hendak memulai kembali pembicaraan terkait masalah ini dengan AS. Sebab pembahasan tentang denuklirisasi antara kedua negara terhenti setelah Presiden AS Donald Trump membatalkan kunjungannya ke Korut.

Sebelum bertolak ke Korut, Moon juga telah menyatakan keinginannya untuk mempromosikan kembali dialog antara Korut dan AS. Hal itu karena ia menilai, pembicaraan antara kedua negara tersebut memiliki peran penting dalam proses denuklirisasi. “Saya berharap pembicaraan antara Korut dan AS segera dilanjutkan,” katanya.

Selain soal denuklirisasi, Moon dan Kim juga telah sepakat untuk menghubungkan kembali jalur kereta api yang terputus dan jalan melintasi perbatasan yang dijaga ketat sebelum akhir tahun ini. Guna mendorong rekonsiliasi, Korut dan Korsel sepakat membangun fasilitas bersama untuk penyelenggaraan reuni keluarga yang terpisah di kedua negara agar lebih intens dan bebas.

Sebelumnya, Moon dan Kim telah bertemu di KTT Antar-Korea yang digelar di Panmunjeom pada 27 April. Pada momen itu, kedua pemimpin yang baru pertama kali bertemu, menandatangani Panmunjeom Declaration for Peace, Prosperity, and the Unification of the Korean.

Dalam deklarasi tersebut, Kim dan Moon berbagi komitmen tegas untuk mengakhiri segala perpecahan dan konfrontasi yang telah berlangsung sejak berakhirnya Perang Korea pada 1953. Perang itu memang diakhiri dengan gencatan senjata tanpa kesepakatan damai antara kedua negara. Sebagai gantinya, Korut dan Korsel bertekad untuk memasuki era baru rekonsiliasi nasional, perdamaian, dan kemakmuran serta memupuk hubungan antar-Korea secara lebih aktif.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement