Kamis 11 Oct 2018 14:22 WIB

Rusia-Cina Minta PBB Tinjau Sanksi untuk Korea Utara

Langkah denuklirisasi dinilai bisa dipertimbngkan untuk meninjau sanksi Korut.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Nur Aini
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.
Foto: reuters
Citra satelit yang menunjukkan lokasi reaktor nuklir Korea Utara (Korut) Yongbyon.

REPUBLIKA.CO.ID, MOSKOW -- Pemerintah Rusia, Cina, dan Korea Utara (Korut) meminta Dewan Keamanan PBB mempertimbangkan dan meninjau kembali sanksi terhadap Pyongyang. Hal itu disampaikan wakil menteri luar negeri ketiga negara dalam sebuah komunike seusai bertemu di Moskow pada Rabu (10/10).

"Dengan mempertimbangkan langkah-langkah penting menuju denuklirisasi yang dibuat oleh Republik Rakyat Demokratik Korea (nama lain Korut), pihak-pihak percaya Dewan Keamanan PBB harus mulai meninjau kembali sanksi terhadap Korut," kata Wakil Menteri Luar Negeri Rusia Igor Morgulov, Wakil Menteri Luar Negeri Cina Kong Xuanyou, dan Wakil Menteri Luar Negeri Korut Choe Son-hui dalam komunikenya, dikutip laman kantor berita Rusia, TASS.

Ketiga negara itu menyatakan tidak ada cara untuk menyelesaikan krisis di Semenanjung Korea selain melalui jalur damai dan diplomatik. Rusia, Cina, dan Korut menilai proses denuklirisasi Semenanjung Korea telah maju selangkah demi selangkah. Hal itu membutuhkan tanggapan atau respons timbal balik dari pihak-pihak yang terlibat dan berkepentingan di Semenanjung Korea.

Wakil menteri luar negeri dari ketiga negara mengapresiasi aspirasi pihak-pihak untuk mencapai denuklirisasi dan menciptakan mekanisme perdamaian. "Ada pemahaman umum bahwa proses ini, tujuan prioritasnya adalah membangun rasa saling percaya, harus menjadi karakter selangkah demi selangkah yang diselaraskan, disertai dengan lanhgkah timbal balik dari negara yang terlibat," kata mereka.

Proses denuklirisasi telah berjalan setelah pemimpin tertinggi Korut Kim Jong-un bertemu secara terpisah dengan Presiden Korsel Moon Jae-in dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Kim dan Moon bertemu pertama kali di Panmunjeom pada April lalu.

Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Panmunjeom. Deklarasi itu dinilai bersejarah karena memuat komitmen Korut yang untuk pertama kalinya menyatakan siap melakukan denuklirisasi.

Sementara Kim dan Trump bertemu di Singapura pada Juni. Terdapat empat butir kesepakatan yang terlahir dari pertemuan itu. Dua di antaranya adalah tentang komitmen AS dan Korut menjalin hubungan baru yang mengarah pada perdamaian serta komitmen Pyongyang melakukan denuklrisasi secara lengkap dan menyeluruh.

Kendati proses denuklirisasi telah berjalan, AS tetap menyerukan agar sanksi terhadap Korut dipertahankan. Sanksi hanya bisa dicabut sepenuhnya setelah Korut benar-benar melakukan denuklirisasi secara menyeluruh dan terverifikasi.

Sikap AS tersebut membuat Korut cukup gusar. Pyongyang merasa terlalu dipaksa melakukan denuklirisasi oleh Washington. Di sisi lain, AS seolah tak menaruh kepercayaan terhadap komitmen denuklirisasi Korut.

Baca: Trump: Korsel tak Bisa Cabut Sanksi Korut Tanpa Disetujui AS

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement