Rabu 31 Oct 2018 11:38 WIB

Pemulangan Rohingya ke Myanmar Segera Dimulai

Badan pengungsi PBB menyatakan kondisi Rakhine belum kondusif.

Rep: Marniati/ Red: Nur Aini
Pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Balikhali yang disiapkan khusus untuk janda dan anak yatim, Cox's Bazaar, Bangladesh.
Foto: Damir Sagolj/Reuters
Pengungsi Rohingya di kamp pengungsi Balikhali yang disiapkan khusus untuk janda dan anak yatim, Cox's Bazaar, Bangladesh.

REPUBLIKA.CO.ID, DHAKA -- Bangladesh dan Myanmar sepakat untuk memulangkan ratusan ribu Muslim Rohingya pada November. Lebih dari 700 ribu pengungsi Rohingya melarikan diri ke Bangladesh mulai Agustus tahun lalu setelah serangan militer Myanmar ke Rakhine sebagai tanggapan atas aksi gerilyawan.

"Kami berharap untuk memulai pemulangan pada pertengahan November," kata Menteri Luar Negeri Bangladesh Shahidul Haque kepada wartawan di Dhaka setelah pertemuan dengan delegasi Myanmar yang dipimpin oleh pejabat kementerian luar negeri senior Myint Thu.

Myint Thu memuji pertemuan itu. Ia menyebut pertemuan menghasilkan hasil yang  konkrit untuk dimulainya pemulangan.

"Kami telah menempatkan sejumlah langkah untuk memastikan bahwa mereka yang kembali akan memiliki lingkungan yang aman untuk kepulangan mereka," katanya kepada wartawan.

Namun, badan pengungsi PBB mengatakan kondisi di negara bagian Rakhine belum kondusif untuk kembalinya Rohingnya. Ia menekankan bahwa pemulangan harus dilakukan secara sukarela. Perlindungan yang diperlukan Rohingya tidak terdapat di wilayah itu, di mana mereka hanya memiliki akses terbatas di tengah berlanjutnya pembatasan untuk media dan pengamat independen lainnya.

"Sangat penting bahwa pengembalian tidak terburu-buru atau prematur. Kami akan menyarankan agar tidak memaksakan jadwal atau angka target untuk pemulangan," kata juru bicara UNHCR Andrej Mahecic kepada Reuters di Jenewa.

Para pemimpin komunitas Rohingya telah mengatakan mereka tidak akan kembali jika  tuntutan mereka tidak dipenuhi, termasuk hak untuk menjadi warga negara Myanmar.

"Kami memiliki beberapa tuntutan tetapi pemerintah Myanmar tidak melakukan apa pun untuk menemui kami. Bagaimana kami bisa kembali?. Bagaimana dengan kewarganegaraan kita, hak kita dan permintaan kita untuk kembali ke tanah kita, rumah kita sendiri?," kata Mohib Ullah, seorang pemimpin Rohingya yang kini tinggal di Bangladesh bagian tenggara.

Delegasi Myanmar akan mengunjungi kamp Rohingya di distrik perbatasan Cox's Bazaar pada Rabu (31/10). Awal bulan ini, menteri luar negeri Bangladesh mengatakan Myanmar telah menyelesaikan proses verifikasi 8.000 Rohingya yang dikirim oleh Dhaka setelah kesepakatan tahun lalu.

Kedua negara pertama kali mencapai kesepakatan pemulangan Rohingya pada November tahun lalu. Mereka berencana melakukan proses pemulangan dalam dua bulan, tetapi sampai saat ini proses itu belum dimulai. Menurut pejabat PBB Rohingya masih melintasi perbatasan menuju Bangladesh, dengan hampir 14 ribu orang tiba tahun ini.

Penyelidik hak asasi manusia PBB mengeluarkan laporan pada Agustus yang menuduh militer Myanmar berniat melakukan genosida. PBB menuntut petinggi militer Myanmar diadili berdasarkan hukum internasional. Myanmar membantah tuduhan pembersihan etnis dan mengatakan tindakannya adalah bagian dari perang melawan terorisme.

Perdana Menteri Bangladesh Sheikh Hasina mengatakan kepada Reuters bulan lalu bahwa dalam keadaan apapun para pengungsi tidak akan diizinkan untuk tetap secara permanen. Hasina, yang akan mengikuti pemilihan umum pada akhir tahun, juga menuduh Myanmar mencari alasan baru untuk menunda pemulangan Rohingya.

Myanmar, bagaimanapun, telah menyalahkan Bangladesh atas keterlambatan pemulangan itu. Myanmar mengatakan pihaknya siap untuk mengambil kembali para pengungsi dan telah membangun pusat-pusat transit untuk menampung mereka  saat  kembali.

Mengingat penundaan itu, Bangladesh telah menyiapkan rumah baru di sebuah pulau terpencil bernama Bhasan Char. Menurut kelompok hak asasi manusia rumah itu rawan banjir sehingga membahayakan keselamatan Rohingya.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement