Kamis 15 Nov 2018 17:10 WIB

Sunat Perempuan di Malaysia Wajib Tapi tanpa Prosedur

93 persen perempuan Muslim Malaysia pernah disunat.

Muslimah Indonesia (ilustrasi).
Foto: Reuters/Nyimas Laula
Muslimah Indonesia (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, MELBOURNE -- Saat usianya menginjak sembilan tahun, Fa Abdul baru mengetahui ia pernah disunat saat masih bayi. Ia adalah satu dari jutaan perempuan di Malaysia yang percaya sunat perempuan bisa melindungi anak-anak perempuannya dari "dosa".

"Banyak keluarga Muslim di Malaysia akan mengatakan jika sunat akan melindungi perempuan tumbuh besar dan menjadi liar," kata Fa.

Pengalaman Fa diceritakan setelah sebuah dokumenter terbaru Malaysia, berjudul The Hidden Cut dirilis awal November lalu. Chen Yih Wen, senior produser dari sekelompok jurnalis R.AGE yang memproduksi dokumenter tersebut mengatakan mereka sudah mulai produksi sejak Malaysia mendapat kecaman di sebuah forum PBB Februari 2018.

Saat sedang produksi film, mereka menemukan praktik sunat perempuan semakin marak dilakukan di klinik-klinik swasta di Malaysia, tapi tidak memiliki peraturan dan standar prosedur. Fa Abdul, seorang wartawan yang kini bekerja bersama Malaysiakini, melahirkan anak pertamanya saat ia masih berusia 20 tahun.

'Hanya ikuti budaya dan berhenti bertanya'

Karena tekanan keluarga dan agama, bayi perempuannya juga terpaksa disunat. "Dokter menarik bagian labia dan kemudian menggunakan alat seperti jarum untuk menggorek bagian klitorisnya," ujarnya kepada Erwin Renaldi dari ABC di Melbourne.

"Darah keluar dan anak saya mulai menangis," katanya.

Baru saat ia berusia 30 tahunan pandangannya soal sunat perempuan berubah, setelah ia mengetahui jika tidak ada manfaatnya bagi kesehatan dan itu sebuah perintah berlandaskan agama.

"Kita lahir dalam budaya itu dan masyarakat berharap kita melakukannya. Otomatis saja melakukannya, kita hanya ikuti budaya dan berhenti bertanya. Saat jadi ibu saya masih muda dan naif dan tidak tahu apa yang saya lakukan. Saya bertanya pada diri sendiri, kalau tidak ada manfaatnya lalu mengapa kita melakukannya?" ujarnya

'Kita mencampurbaurkan dengan Islam'

photo
Ada sejumlah tradisi saat kehamilan, kelahiran, dan sesudah bayi beranjak dewasa.

Kelompok perempuan Muslim di Malaysia, Sister in Islam mengatakan kepada ABC sunat perempuan semakin marak di Malaysia karena meningkatnya gerakan konservatif. Menurut mereka di negara-negara dimana Muslim adalah mayoritas, ada tendensi 'mengislamkan semua hal'.

"Orang-orang jadi takut bertanya, seolah-olah mereka mempertanyakan Tuhan," ujar Syarifatul Adibah dari Sisters in Islam.

"[Sunat perempuan] tidak disebutkan baik di Alquran atau hadist," jelasnya.

"Tapi saat mereka menganggap sesuatu sebagai perintah agama atau fatwa, orang akan sulit untuk benar-benar mempertanyakan dan mendebatnya."

Di 2009, dewan nasional urusan keagamaan Islam di Malaysia (JAKIM) mengeluarkan fatwa jika sunat perempuan menjadi wajib, tapi jika membahayakan harus dicegah. Sebelum diwajibkan, dewan tadinya hanya memberikan status dianjurkan.

Sebagai hasilnya, sebuah survei yang dilakukan tiga tahun kemudian menemukan 93 persen perempuan Muslim pernah disunat.

Penelitian ini dilakukan oleh Dr Maznah Dahlui dari University of Malaya, yang juga menemukan lebih dari 80 responden mengatakan kewajiban agama menjadi alasan perempuan disunat, dan 16 persen mengatakan untuk mengontrol keinginan seksual.

Fa Abdul mengatakan masyarakat Malaysia cenderung melakukan perbuatan yang ditiru dari tradisi Afrika dan Arab dan menganggapnya berasal dari agama. "Kita mencampurbaukan dengan Islam dan kita pikir apapun yang mereka lakukan adalah islami," ujarnya.

Menurutnya, terlepas dari tradisi agama atau budaya, orang tua tidak memiliki hak melakukan apa pun pada anak-anaknya. "Tidak hanya bagi perempuan, semua manusia memiliki hak tubuhnya sendiri," katanya.

ABC telah mencoba menghubungi Kementerian Kesehatan Malaysia melalui Asosiasi Medis Islam Malaysia dan Sekolah Kedokteran Penang untuk menanggapi masalah prosuder. Hingga artikel ini diterbitkan tidak mendapatkan respons.

Indonesia berada di peringkat ketiga

Sementara itu, ABC Indonesia meminta pendapat dari Komnas Perempuan soal praktik sunat perempuan di Indonesia. Wakil Ketua Komnas Perempuan Budi Wahyuni mengatakan Indonesia saat ini berada di peringkat ketiga dunia dengan jumlah sunat perempuan terbanyak.

"Hasil studi terbaru saat ini ada 13,4 juta anak-anak perempuan Indonesia yang disunat, paling tinggi terjadi di Provinsi Gorontalo," katanya.

Menurut Budi, tradisi memiliki peranan paling kuat yang menyebabkan praktik ini terus berlangsung. "Di Sulawesi ada tradisi Mandi Lemon untuk merayakan anak perempuan sebelum menginjak usia 2 tahun dan inti prosesinya adalah disunat," katanya.

Menurutnya, temuan Komnas Perempuan tradisi ini bahkan dipromosikan oleh pemerintah daerah setempat sebagai upaya pelestarian budaya. "Kami setuju dengan melestarikan tradisi seperti itu, tapi mungkin unsur sunatnya bisa dihilangkan."

Di beberapa tradisi sunat perempuan diakui dilakukan secara simbolis, tapi Komnas Perempuan mengatakannya sebagai bentuk stigma terhadap tubuh perempuan. "Apa pun caranya artinya ada anggapan bahwa tubuh perempuan itu kotor, sehingga perlu dibersihkan dan perempuan harus dikontrol," ucap Budi.

sumber : http://www.abc.net.au/indonesian/2018-11-13/sunat-perempuan-di-kalangan-muslim/10492038
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement