Rabu 19 Dec 2018 09:00 WIB

Pertemuan AS-Taliban Usulkan Genjatan Senjata Enam Bulan

Taliban menolak opsi genjatan senjata karena dianggap merugikan mereka.

Petempur Taliban berkumpul bersama warga di distrik Surkhroad, Provinsi Nangarhar, Kabul, Afghanistan, Sabtu (16/6).
Foto: AP Photo/Rahmat Gal
Petempur Taliban berkumpul bersama warga di distrik Surkhroad, Provinsi Nangarhar, Kabul, Afghanistan, Sabtu (16/6).

REPUBLIKA.CO.ID, PESHAWAR— Para pejabat Amerika Serikat dan Taliban telah membahas usulan-usulan bagi gencatan senjata enam bulan di Afghanistan dan penarikan pasukan asing sementara pembicaraan, yang bertujuan membuat perundingan perdamaian, memasuki hari kedua. Pernyataan tersebut disampaikan sumber-sumber Taliban.

Pertemuan yang berlangsung di Abu Dhabi, Uni Emirat Arab, itu sedikitnya adalah yang ketiga kalinya bagi utusan perdamaian AS Zalmay Khalilzad dengan wakil-wakil Taliban sementara usaha-usaha diplomatik untuk mengakhiri perang 17 tahun itu telah meningkat tahun ini.

Para pejabat Taliban, yang meminta jati dirinya tak disebutkan, mengatakan delegasi AS menekan gencatan senjata enam bulan serta kesepakatan untuk mengajukan wakil-wakil Taliban bagi satu pemerintahan pengemban masa depan.

Namun, para perunding Taliban menolak usulan gencatan senjata karena mereka merasa hal itu akan merusak tujuan mereka dan hanya akan menguntungkan pasukan AS dan Afghanistan.

Sejauh ini, belum ada komentar dari Kedutaan AS di Kabul.

Dalam satu pernyataan yang dikeluarkan Selasa malam, Taliban menyatakan pembicaraan itu banyak berkonsentrasi pada "pendudukan AS", dengan menambahkan, "Tak ada mengenai pemerintahan sementara, gencatan senjata, pemilihan atau isu-isu internal lainnya telah dibahas".

"Pembicaraan berkisar sekitar penarikan pasukan pendudukan dari Afghanistan, diakhirinya penindasan oleh Amerika Serikat dan sekutu-sekutunya," kata Zabihullah Mujahid, juru bicara utama gerakan itu dalam pernyataan terpisah.

Satu delegasi pemerintah Afghanistan berangkat ke kota itu dan bertemu dengan Khalilzad dan juga pejabat-pejabat dari Arab Saudi, Uni Emirat Arab dan Pakistan. 

 

 

sumber : Reuters/Antara
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement