Kamis 27 Dec 2018 14:54 WIB

Aktivis Muda Myanmar Kehilangan Panutan Aung San Suu Kyi

Aung San Suu Kyi kini menghadapi perlawanan dari aktivis muda yang dulu mendukungnya.

Rep: Lintar Satria/ Red: Nur Aini
Aung San Suu Kyi
Foto: EPA/Hein Htet
Aung San Suu Kyi

REPUBLIKA.CO.ID, YANGON -- Aktivis muda Myanmar Thinzar Shun Lei Yi pernah menyebut dirinya sangat menganggumi sosok Aung San Suu Kyi. Sekarang Yi yang juga pembawa talk show 'Under 30' di sebuah situs lokal menjadi salah satu orang yang paling keras mengkritik Suu Kyi.

Yi yang berusia 27 tahun, salah satu anggota kelompok kecil aktivis liberal tapi terkenal di Myamnar. Para aktivis muda tersebut sebagian besar mantan penganggum Suu Kyi garis keras. Tapi, kini mereka kehilangan arah setelah membawa Suu Kyi naik ke tampuk kekuasaan tiga tahun lalu.

"Saya kehilangan idola saya, saya bingung, frustasi dan hilang arah, sekarang sebagian besar aktivis dan anak muda berkata:'Apa yang terjadi berikutnya?','Apa yang akan terjadi','Apa yang bisa kami lakukan', Daw Aung San Suu Kyi kini berjalan sendiri dan tidak ada yang bisa mengintervensinya, dan dia tidak mendengarkan lembaga swadaya masyarakat," kata Yi, Kamis (27/12).

Suu Kyi menghadapi perlawanan dari pergerakan aktivis-aktivis muda. Mereka marah dengan cara Suu Kyi menangani kaum minoritas termasuk Muslim Rohingya serta kebijakannya yang banyak membatasi pergerakan masyarakat sipil dan media.

Dalam proses transisi dari negara yang dikuasai militer ke negara demokrasi saat ini Myanmar mempertaruhkan masa depan mereka. Menjelang pemilihan umum yang akan digelar pada 2020, negara yang akhirnya dijalankan oleh pemerintahan sipil setelah beberapa dekade menghadapi perpecahan para aktivis. Para aktivis sebelumnya bersatu di bawah Partai National League for Democracy (NLD) yang dipimpin Suu Kyi.

Juru bicara NLD Myo Nyunt mengatakan partainya mencoba memenangkan suara anak muda. Mereka meningkatkan anggaran pendidikan dan mendukung program-program pelatihan keterampilan.

"Anak muda dan rakyat sangat berharap dengan pemerintahan kami, kami akui tidak bisa memenuhi harapan mereka, tapi kami melakukan yang terbaik," kata Nyunt.

Suu Kyi mulai berkuasa pada 2016 lalu setelah memenangkan pemilihan umum. Ia berjanji akan melanjutkan reformasi demokrasi dan mengakhiri perang saudara yang sudah berlangsung sangat lama di Myanmar.

Sejak saat itu pemerintahannya ditekan oleh masyarakat internasional maupun rakyatnya sendiri atas kekejaman yang dilakukan militer terhadap masyarakat minoritas Muslim Rohingya. PBB menyebutnya sebagai 'pembersihan etnis' dengan 'niatan genosida'. Ia juga ditekan karena gagal melakukan pembicaraan damai dengan kelompok-kelompok bersenjata dan stagnasi ekonomi yang masih berlanjut di Myanmar.

Para aktivis mengatakan pemerintah Myanmar juga semakin otoriter. Pemerintah Suu Kyi juga dinilai gagal menggunakan parlemen untuk menghapus hukum era kolonial yang membungkam perbedaan pendapat sementara Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) semakin dibatasi pergerakannya.

Pada beberapa bulan terakhir ini terjadi beberapa unjuk rasa termasuk demonstrasi anti-perang di Yangon pada bulan Mei lalu, yang berakhir dengan kerusuhan. Sebanyak 17 orang ditahan dengan tuduhan protes yang melanggar aturan, termasuk Thinzar Shun Lei Yi. Proses persidangan mereka sedang berlangsung.

"Isu sensitifi dilarang, dan protes ditangkap dan dipukuli, National League of Democracy menggunakan kata demokrasi sebagai namanya, harus menghargai demokrasi dan hak asasi manusia," kata Yi.

Menurut organisasi kebebesan berpendapat Athan, yang artinya 'Suara' dalam bahasa Burma, sudah ada sebanyak 44 jurnalis dan 142 aktivis yang diadili selama Suu Kyi berkuasa. Termasuk dua reporter kantor berita internasional Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Do yang dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara sejak bulan September lalu karena melanggar hukum era kolonial.

Para jurnalis mengajukan banding ke Mahkamah Agung dengan menunjukkan lemahnya bukti terhadap kasus penangkapan jurnalis tersebut. Pada September, Suu Kyi mengatakan hukuman mereka tidak ada hubungannya dengan kebebasan berpendapat. Pemerintah Myanmar mengatakan pengadilan mereka berjalan secara independen.

Pendiri Athan, yang juga seorang penyair dan aktivis Maung Saung Kha, salah satu aktivis yang ditangkap bersama Thinzar Lei Yi. Empat bulan kemudian pada September keduanya membantu mengorganisir unjuk rasa yang memprotes kebebasan berbicara.

Di hadapan pengunjuk rasa Maung Saung Kha, yang masih anggota NDL mengenakan kemeja warna oranye yang biasanya digunakan anggota partainya dan jaket warna hijau yang mirip dengan seragam militer. Berbekal surat kabar The Mirror, ia berpura-pura memukuli para jurnalis yang berada di sekelilingnya.

"Pemerintah telah gagal menggunakan kekuatan mereka melindungi hak asasi rakyat," katanya.

Myo Nyunt mengatakan pemerintah bekerja sama dengan LSM. Tapi tuntutan mereka harus diperiksa satu per satu. "Jika tidak terkait dengan keamanan atau isu perpecahan etnis kami terima, kami menuju demokrasi jadi kami menyadari peran LSM, tapi kami khawatir LSM-LSM telah terpengaruh oleh sponsor mereka daripada menjadi independen," kata Nyunt.

Suu Kyi yang tidak memiliki kendali atas militer berhadapan dengan tekanan internasional atas kegagalannya melindungi masyarakat Muslim Rohingya. Sebanyak 730 ribu orang Muslim Rohingya harus mengungsi dari rumah mereka di negara bagian Rakhine pada 2017. Pemerintah Myanmar mengatakan operasi militer dilakukan sebagai tanggapan atas serangan pemberontak dan separatis Rohingya.

Myanmar menyangkal semua tuduhan atas kekejaman yang dilakukan terhadap pengungsi. Pemerintah mengatakan operasi militer dilakukan untuk menumpas terorisme. Sementara itu, aktivis-aktivis muda Myanmar menyuarakan rasa simpati mereka yang tidak terdengar dari masyarakat Myanmar.

"Kami mengakui Rohingya, kami sepenuhnya menolak fakta mereka disebut sebagai 'Bengali'. Kami belum melihat adanya pengakuan atau hukuman atas apa yang terjadi, para pengungsi tidak akan kembali sepanjang orang-orang ini (pemerintah dan militer) melihat diri mereka bukan manusia, dan bukan sebuah kejahatan membunuh mereka," kata Maung Saung Kha.

Pemerintah Myanmar menyebut Muslim Rohingya sebagai 'Bengali' yang artinya penyelundup gelap dari Bangladesh. Khin Sandar, aktivis muda lainnya yang juga menghadapi persidangan bersama Kha dan Yi menghabiskan waktu selama berbulan-bulan untuk berkampanye bersama NLD selama pemilu 2015.

Kini kepercayaannya kepada Suu Kyi sudah menghilang. Keluarganya juga terdampak pada gelombang kekerasan pada 2012. Khin Sandar seorang Muslim Kaman yang juga mengalami diskriminasi tapi tidak seperti Muslim Rohingya. Muslim Kaman masih diakui sebagai warga negara Myanmar.

Tapi karena gelombang kekerasan pada 2012, mereka terpaksa mengungsi. Mereka hidup dalam kamp pengungsian yang sangat padat di luar pusat kota Rakhine, Sitte. Pergerakan mereka juga sangat dibatasi. Pada pidatonya di akhir gelombang kekerasan Suu Kyi mengatakan semua warga di Rakhine memiliki akses pendidikan dan layanan kesehatan tanpa diskriminasi.

"Keponakan-keponakan saya masih tinggal di kamp Sittwe dan mereka tidak memiliki hak-hak itu, saya sangat terkejut, bagaimana ia bisa mengatakan hal itu dalam pidatonya," kata Khin Sandar.

Ia pun keluar dari pekerjaannya sebagai peneliti dan menjadi anggota parlemen dari NLD. Sementara itu, aktivis-aktivis muda yang hanya mewakili sebagian kecil masyarakat Myanmar mulai memiliki pengaruh di kalangan aktivis akar rumput.

Unjuk rasa dan komentar terbuka mereka menarik perhatian media dan menyebar dengan sangat cepat di media sosial. Mereka kebanyakan berusia 20 dan 30 tahun. Mereka menyoroti jurang populasi Myanmar yang rata-rata berusia 27 tahun. Sementara pemimpin mereka kebanyakan laki-laki berusia 60 dan 70 tahun.

"Myanmar negara yang sangat konservatif, kini anak-anak muda terutama dari Yangon menentang hal itu, untuk memiliki ide revolusi, tidak banyak orang yang tahu, mereka harus melakukan secara bertahap," kata analis dari Yangon School of Political Science, Myat Thu.

sumber : Reuters
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement