Selasa 08 Jan 2019 15:10 WIB

Ramos Horta Sarankan RI Berdialog dengan Pemberontak Papua

Ramos Horta yakin masa depan Papua akan tetap di Indonesia.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Teguh Firmansyah
Ramos Horta
Foto: AP/Jason DeCrow
Ramos Horta

REPUBLIKA.CO.ID, DILI  -- Peraih Nobel Perdamaian Jose Ramos-Horta mendesak pemerintah Republik Indonesia (RI) mengadakan pembicaraan dengan gerakan kemerdekaan Papua untuk mengakhiri pemberontakan selama puluhan tahun.

Ramos-Horta yang meraih nobel perdamaian pada 1996 yakin masa depan wilayah Papua berada di Indonesia, bukan sebagai negara yang terpisah.

"Bicaralah dengan orang Papua, OPM (Organisasi Papua Merdeka), tetapi sebagai saudara Indonesia," kata Ramos-Horta dalam sebuah wawancara pekan lalu seperti dilansir Miami Herald, Selasa (8/1).

"Orang-orang Papua, mereka harus merasa bahwa pemerintah, orang-orang di Jawa, benar-benar peduli pada mereka," tambah dia.

Konflik dengan pemberontak Papua kembali bergejolak pada bulan lalu ketika separatis bersenjata di Nduga menewaskan sedikitnya 17 orang yang bekerja di lokasi pembangunan jalan raya trans-Papua.

Baca juga, Papua Nugini Tegaskan Papua Bagian dari Indonesia.

Jalan raya trans Papua merupakan bagian penting dari upaya Presiden Indonesia Joko Widodo untuk membawa pembangunan ke daerah miskin.

Pemerintah Indonesia membantah isu yang digulirkan milisi bahwa militer menembaki desa-desa dengan proyektil fosfor putih, senjata kimia terlarang. Tuduhan ini dinilai tidak berdasar, tidak faktual, dan menyesatkan. Setidaknya empat orang tewas dalam operasi keamanan.

Menteri Koordinator bidang politik, Hukum dan Keamanan, Wiranto telah menolak gagasan pembicaraan. Pemerintah tak mau berbicara dengan pemberontak.

Ramos-Horta yang juga pernah menjabat presiden Timor Leste dari 2007 hingga 2012 mengatakan, upaya menahan diri perlu dilakukan di kedua sisi. Serangan terhadap warga sipil orang pemberontak harus dihentikan. Tapi di sisi lain, tentara Indonesia juga harus menahan diri untuk tak menyerang. 

Kontrol Indonesia atau Papua diresmikan pada 1969 dengan referendum yang dikenal sebagai "Act of Free Choice".  Ramos-Horta mengatakan, situasi di Papua tidak sebanding dengan perjuangan kemerdekaan Timor Lorosa'e dan tidak ada peran bagi Amerika Serikat dalam konflik tersebut.

Timor Timur, kata Ramos-Horta, adalah koloni Portugis selama lebih dari 400 tahun sebelum Indonesia menginvasi pada 1975. Sementara Papua adalah bagian dari kerajaan Hindia Belanda yang menjadi basisnya untuk perbatasan Indonesia modern.

Dia pun percaya Widodo, yang mencari masa jabatan lima tahun kedua dalam pemilihan yang akan berlangsung April,  berkomitmen untuk mengakhiri konflik tanpa merevisi perbatasan Indonesia.

"Dia akan melakukan segala upaya untuk melibatkan saudara dan saudari di Papua dalam dialog untuk menemukan penyelesaian konflik," katanya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement