Ahad 20 Jan 2019 09:50 WIB

Abu Bakar Baasyir Bebas, Korban Bom Bali: Kami Kecewa

Pemerintah Australia mengaku keberatan dengan pembebasan Abu Bakar Baasyir.

Rep: Fergi Nadira/ Red: Nur Aini
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).
Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
Kuasa hukum capres Joko Widodo dan Ma'ruf Amin, Yusril Ihza Mahendra (kanan) mengunjungi narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir (tengah) di Lapas Gunung Sindur, Bogor, Jawa Barat , Jumat (18/1/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, SYDNEY -- Pembebasan narapidana kasus terorisme Abu Bakar Baasyir disambut dengan kekecewaan oleh Pemerintah Australia, korban, dan kerabat korban bom Bali. Perdana Menteri Australia Scott Morrison mengatakan, sudah dihubungi oleh pemerintah Indonesia terkait bebasnya narapidana teroris Abu Bakar Baasyir pada Sabtu (19/1).

Australia mengaku kecewa dan keberatan dengan keputusan tersebut. Hal itu mengingat, banyak warga Australia yang menjadi korban bom bali yang diduga didalangi Baasyir.

"Posisi Australia tentang masalah ini tidak berubah, kami selalu menyatakan keberatan yang paling dalam," ujar Morrison seperti dikutip Strait Times, Ahad (20/1).

Beberapa dari mereka yang terkena dampak ledakan Bali juga marah dengan pembebasan Baasyir. Seorang pria Melbourne Jan Laczynski telah kehilangan lima teman dalam ledakan itu. Dia mengatakan kepada The Age dan The Sydney Morning Herald, Presiden Joko Widodo seharusnya mempertimbangkan semua orang di seluruh dunia yang masih menderita karena pemboman ini.

"Siapa selanjutnya? Ali Imron, orang yang membuat bom? Menakutkan," kata Laczynski.

Korban lainnya dari Indonesia Dewa Ketut Rudita menderita luka bakar hingga 35 persen tubuhnya dalam ledakan bom Bali dan mata kanannya terluka. Ia sangat kecewa dengan pembebasan Baasyir.

"Kecewa, tentu saja. Sebagai seorang manusia dengan empati, saya mengerti dia sudah tua, saya berempati dengan itu. Tapi bukankah para korban dan keluarga pelaku pemboman harus dipertimbangkan? Bagaimana perasaan kita tentang hal itu ?" katanya seperti dikutip dalam The Sydney Morning Herald.

Presiden Joko Widodo mengatakan bahwa keputusan ini sepenuhnya atas dasar kemanusiaan. Hal itu mengingat usia Abu Bakar Baasyir telah menginjak 80 tahun. "Yang pertama memang alasan kemanusiaan. Artinya, beliau kan sudah sepuh. Ya pertimbangannya kemanusiaan," kata Jokowi di Jakarta, Jumat (17/1).

Abu Bakar Baasyir divonis bersalah pada 2011 dan dikenakan hukuman penjara selama 15 tahun terkait kasus tindak pidana terorisme. Baasyir sebelumnya mengalami perawatan di rumah sakit karena kondisinya yang melemah akibat usia.

Para simpatisannya meminta Jokowi untuk membebaskannya dengan alasan tersebut. Namun, Australia bersikeras akan pendapat mereka bahwa Baasyir tidak boleh dilepaskan dari penjara.

Pada tahun lalu, Menteri Luar Negeri Australia Julie Bishop menegaskan, bahwa warga Australia mengharapkan keadilan. "Abu Bakar Baasyir seharusnya tidak pernah boleh menghasut orang lain untuk melakukan serangan lain di masa depan terhadap warga sipil tak berdosa," kata pernyataan menteri luar negeri Australia saat itu.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement