Jumat 15 Feb 2019 17:11 WIB

Pembunuh Pengacara Muslim Myanmar Dihukum Mati

Pembunuhan Ko Ni melibatkan mantan perwira militer.

Rep: Kamran Dikarma/ Red: Teguh Firmansyah
Pengacara Muslim Myanmar, Ko Ni, ditembak mati saat baru turun pesawat di bandara.
Foto: AP
Pengacara Muslim Myanmar, Ko Ni, ditembak mati saat baru turun pesawat di bandara.

REPUBLIKA.CO.ID, NAY PYI DAW -- Pengadilan Myanmar menjatuhkan hukuman mati kepada dua terdakwa kasus pembunuhan seorang pengacara Muslim terkemuka, Ko Ni, Jumat (15/2). Ko Ni diketahui merupakan penasihat pemimpin de facto Myanmar Aung San Suu Kyi.

Dua terdakwa tersebut bernama Kyi Lin dan Aung Win Zaw. Kyi Lin merupakan orang yang menembak Ko Ni di Bandara Internasional Yangon dua tahun lalu. Sementara Aung Win Zaw adalah mantan perwira militer yang dituding merekrut Kyi Lin.

"Keduanya memiliki waktu tujuh hari untuk memutuskan apakah akan mengajukan banding atau tidak. Saya harus bertanya kepada mereka," kata pengacara Kyi Lin dan Aung Win Zaw, Kyaw Kyaw Hitke.

Selain Kyi Lin dan Aung Win Zaw, pengadilan juga menjatuhkan hukuman kepada dua terdakwa lainnya yang terlibat kasus pembunuhan Ko Ni. Mereka adalah Zeyar Phyo dan Aung Win Tun.

Baca juga, Pembunuh Pengacara Muslim Myanmar adalah Mantan Perwira Militer.

Aung Win Tun merupakan kerabat Aung Win Zaw. Dia dijatuhi hukuman tiga tahun karena menyembunyikan seorang tersangka lain yang hingga kini masih buron, yakni Aung Win Khine.

Sementara Zeyar Phyo, yang juga mantan perwira militer, dihukum lima tahun penjara karena membantu Aung Win Khine melenyapkan barang bukti. Simpatisan dan para pendukung Ko Ni, yang hadir di luar gedung pengadilan, berkeberatan atas hukuman yang dijatuhkan kepada Aung Win Tun dan Zeyar Phyo.

Menurut mereka, hukuman terhadap keduanya terlalu ringan. "Ini sama sekali tidak adil," teriak mereka di luar gedung pengadilan.

Ko Ni merupakan advokat yang lantang menyuarakan reformasi konstitusi Myanmar tahun 2008. Konstitusi tersebut diketahui disusun oleh militer.

Pembunuhan terhadap Ko Ni tak pelak mengejutkan Suu Kyi beserta anggota partainya, yakni Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD). Sebab mereka pun memiliki misi untuk mereformasi konstitusi Myanmar.

Namun pada Januari lalu, anggota parlemen dari NLD telah mengajukan proposal untuk membentuk sebuah komite guna mengkaji tentang reformasi konstitusi Myanmar. Hal itu segera mendapat penolakan dari anggota parlemen berlatar militer.

Kendati demikian Ketua Majelis Rendah Parlemen T Khun Myat setuju untuk mengajukan proposal ke pemungutan suara. Konstitusi yang berlaku di Myanmar saat ini dirancang ketika pemerintahan militer pada 2008. Konstitusi tersebut memang memberi cukup banyak keuntungan bagi kubu militer.

Konstitusi menjamin tentara Myanmar memperoleh seperempat kursi parlemen. Dalam pasal 436, militer diberi hak untuk memveto reformasi konstitusi.

Konstitusi juga memberikan wewenang kepada militer Myanmar untuk mengontrol kementerian keamanan utama. Hal itu termasuk urusan pertahanan dan dalam negeri.

Selain itu, konstitusi telah menjadi tembok bagi Suu Kyi untuk menjadi presiden. Sebab konstitusi yang dirancang militer melarang calon presiden dengan pasangan asing atau anak-anak. Suu Kyi diketahui memiliki dua putra dari mendiang suaminya yang merupakan akademisi Inggris.

Suu Kyi telah cukup lama menyuarakan niatnya untuk mereformasi konstitusi. Menurutnya hal itu penting sebagai bagian dari transisi demokrasi pasca 50 tahun pemerintahan militer yang ketat.

"Amandemen konstitusi adalah sakah satu tujuan pemerintah kami. Penyelesaian transisi demokrasi kita harus melibatkan penyelesaian konstitusi yang benar-benar demokratis," ujar Suu Kyi ketika menghadiri sebuah forum di Singapura pada Agustus tahun lalu.

sumber : AP
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement